Thursday, July 12, 2012

Waktu2 Shalat Fardhu

*Abu Ayaz di JYL*

Waktu2 Shalat Fardhu

SHALAT DZUHUR :
Secara bahasa Zhuhur berarti waktu Zawal yaitu waktu tergelincirnya matahari (waktu matahari bergeser dari tengah-tengah langit) menuju arah tenggelamnya (barat).

Sholat zhuhur adalah sholat yang dikerjakan ketika waktu zhuhur telah masuk. Sholat zhuhur disebut juga sholat Al Uulaa (الأُوْلَى) karena sholat yang pertama kali dikerjakan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam bersama Jibril ‘Alaihis salam. Disebut juga sholat Al Hijriyah (الحِجْرِيَةُ)[HR. Al Bukhori No. 541].

Awal Waktu Sholat Zhuhur
Awal waktu zhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju arah tenggelamnya (barat). Hal ini merupakan kesepakatan seluruh kaum muslimin, dalilnya adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ……..

“Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘Ashar……….”[HR. Muslim No. 612.].

Akhir Waktu Sholat Zhuhur
Para ulama bersilisih pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang lebih tepat dan ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama adalah hingga panjang bayang-bayang seseorang semisal dengan tingginya (masuknya waktu ‘ashar). Dalil pendapat ini adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu di atas.

CATATAN :
Waktu sholat zhuhur dapat diketahui dengan menghitung waktu yaitu dengan menghitung waktu antara terbitnya matahari hingga tenggelamnya maka waktu zhuhur dapat diketahui dengan membagi duanya.

Disunnahkan Hukumnya Menyegerakan Sholat Zhuhur di Awal Waktunya
Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin Samuroh rodhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى الظُّهْرَ إِذَا دَحَضَتِ الشَّمْسُ

“Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam biasa mengerjakan sholat zhuhur ketika matahari telah tergelincir”[HR. Muslim No. 618].

Disunnahkan Hukumnya Mengakhirkan Sholat Zhuhur Jika Sangat Panas
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اشْتَدَّ الْبَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ ، وَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ

“Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam biasanya jika keadaan sangat dingin beliau menyegerakan sholat dan jika keadaan sangat panas/terik beliau mengakhirkan sholat”[HR. Bukhori No. 906 dan Muslim No. 615].

Batasan dingin berbeda-beda sesuai keadaan selama tidak terlalu panjang hingga mendekati waktu akhir sholat.

 ---------------------------

SHALAT ASHAR :
‘Ashar secara bahasa diartikan sebagai waktu sore hingga matahari memerah yaitu akhir dari dalam sehari.

Sholat ‘ashar adalah sholat ketika telah masuk waktu ‘ashar, sholat ‘ashar ini juga disebut sholat woshtho (الوُسْطَى).

Awal Waktu Sholat ‘Ashar
Jika panjang bayangan sesuatu telah semisal dengan tingginya (menurut pendapat jumhur ulama). Dalilnya adalah hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ…….

“Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘ashar dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………”[HR. Muslim No. 612.].

Akhir Waktu Sholat ‘Ashar
Hadits-hadits tentang masalah akhir waktu ‘ashar seolah-olah terlihat saling bertentangan.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah rodhiyallahu ‘anhu ketika Jibril ‘alihissalam menjadi imam bagi Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

جَاءَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ زَالَتْ الشَّمْسُ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الظُّهْرَ حِينَ مَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا كَانَ فَيْءُ الرَّجُلِ مِثْلَهُ جَاءَهُ لِلْعَصْرِ فَقَالَ قُمْ يَا مُحَمَّدُ فَصَلِّ الْعَصْرَ ثُمَّ مَكَثَ حَتَّى إِذَا غَابَتْ الشَّمْسُ……مَا بَيْنَ هَذَيْنِ وَقْتٌ كُلُّهُ

“Jibril mendatangi Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tergelincir ke arah tenggelamnya kemudian dia mengatakan, “Berdirilah wahai Muhammad kemudian shola zhuhur lah. Kemudian ia diam hingga saat panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Jibril datang kemudian mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah sholat ‘ashar lah”. Kemudian ia diam hingga matahari tenggelam………….diantara dua waktu ini adalah dua waktu sholat seluruhnya” [HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I]

Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ

“Dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………”[HR. Muslim No. 612.].
Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ

“Barangsiapa yang mendapati satu roka’at sholat ‘ashar sebelum matahari tenggelam maka ia telah mendapatkan sholat ‘ashar” [HR. Bukhori No. 579 dan Muslim No. 608].

Kompromi dalam memahami ketiga hadits yang seolah-olah saling bertentangan ini adalah :
Hadits tentang sholat Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dan Jibril ‘Alaihissalam dipahami sebagai penjelasan tentang akhir waktu terbaik dalam melaksanakan sholat ‘ashar. Adapun hadits ‘Abdullah bin ‘Amr dipahami sebagai penjelasan atas waktu pelaksanaan sholat ‘ashar yang masih boleh. Sedangkan waktu hadits Abu Huroiroh sebagai penjelasan tentang waktu pelaksanaan sholat ‘ashar jika terdesak artinya makruh mengerjakan sholat ‘ashar pada waktu ini kecuali bagi orang yang memiliki udzur maka mengerjakan sholat ‘ashar pada waktu itu hukumnya tidak makruh. Allahu a’lam.

Disunnahkan Hukmnya Menyegerakan Sholat ‘Ashar
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari Sahabat Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ

“Rosulullah shollallahu ‘alaihi was sallam sering melaksanakan sholat ‘ashar ketika matahari masih tinggi” [HR. Bukhori No. 550 dan Muslim No. 621].

Sunnah ini lebih dikuatkan ketika mendung, hal ini berdasarkah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Abul Mulaih rodhiyallahu ‘anhu. Dia mengatakan,

كُنَّا مَعَ بُرَيْدَةَ فِى غَزْوَةٍ فِى يَوْمٍ ذِى غَيْمٍ فَقَالَ بَكِّرُوا بِصَلاَةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ

“Kami bersama Buraidah pada saat perang di hari yang mendung. Kemudian ia mengatakan, “Segerakanlah sholat ‘ashar karena Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan sholat ‘ashar maka amalnya telah batal” [HR. Bukhori No. 553].

Hadits ini juga menunjukkan betapa bahayanya meninggalkan sholat ‘ashar.

------------------------------------------

SHALAT MAGHRIB
Secara bahasa maghrib berarti waktu dan arah tempat tenggelamnya matahari. Sholat maghrib adalah sholat yang dilaksanakan pada waktu tenggelamnya matahari.

Awal Waktu Sholat Maghrib
Kaum Muslimin sepakat awal waktu sholat maghrib adalah ketika matahari telah tenggelam hingga matahari benar-benar tenggelam sempurna.

Akhir Waktu Sholat Maghrib
Para ulama berselisih pendapat mengenai akhir waktu maghrib.

Pendapat pertama mengatakan bahwa waktu maghrib hanya merupakan satu waktu saja yaitu sekadar waktu yang diperlukan orang yang akan sholat untuk bersuci, menutup aurot, melakukan adzan, iqomah dan melaksanakan sholat maghrib. Pendapat ini adalah pendapat Malikiyah, Al Auza’i dan Imam Syafi’i. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ketika Jibril mengajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam sholat,

ثُمَّ جَاءَهُ لِلْمَغْرِبِ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَقْتًا وَاحِدًا لَمْ يَزُلْ عَنْهُ فَقَالَ قُمْ فَصَلِّ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ…..

“Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam ketika matahari telah tenggelam (sama dengan waktu ketika Jibril mengajarkan sholat kepada Nabi pada hari sebelumnya) kemudian dia mengatakan, “Wahai Muhammad berdirilah laksanakanlah sholat maghrib………..” [HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I]

Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu maghrib adalah ketika telah hilang sinar merah ketika matahari tenggelam. Pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Mahzab Hanafi serta sebahagian mazhab Syafi’i dan inilah pendapat yang dinilai tepat oleh An Nawawi rohimahumullah. Dalilnya adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

….وَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ…..

“Waktu sholat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari tenggelam” [HR. Muslim No. 612].

Pendapat inilah yang lebih tepat Allahu a’lam.

Disunnahkan Menyegerakan Sholat Maghrib
Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir rodhiyallahu ‘anhu,

لاَ تَزَالُ أُمَّتِى بِخَيْرٍ – أَوْ قَالَ عَلَى الْفِطْرَةِ – مَا لَمْ يُؤَخِّرُوا الْمَغْرِبَ إِلَى أَنْ تَشْتَبِكَ النُّجُومُ

“Umatku akan senantiasa dalam kebaikan (atau fithroh) selama mereka tidak mengakhirkan waktu sholat maghrib hingga munculnya bintang (di langit)” [HR. Abu Dawud No. 414 dll. dan dinilai shohih oleh Al Albani dalam Takhrij beliau untuk Sunan Ibnu Majah.].

-----------------------------------------

 SHALAT ISYA'

‘Isya’ adalah sebuah nama untuk saat awal langit mulai gelap (setelah maghrib) hingga sepertiga malam yang awal. Sholat ‘isya’ disebut demikian karena dikerjakan pada waktu tersebut.

Awal Waktu Sholat ‘Isya’
Para ulama sepakat bahwa awal waktu sholat ‘isya’ adalah jika telah hilang sinar merah di langit.

Akhir Waktu Sholat ‘Isya’
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai akhir waktu sholat ‘isya’.

Pendapat pertama mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah sepertiga malam. Ini adalah pendapatnya Imam Syafi’i dalam al Qoul Jadid, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki. Dalilnya adalah hadits ketika Jibril mengimami sholat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

….ثُمَّ جَاءَهُ لِلْعِشَاءِ حِينَ ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ…..

“……Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam untuk melaksanakan sholat ‘isya’ ketika sepertiga malam yang pertama………..” [HR. Nasa’i No. 526, hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani rohimahullah dalam Al Irwa’ hal. 270/I].

Pendapat kedua mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah setengah malam. Inilah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

…وَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ….

“Waktu sholat ‘isya’ adalah hingga setengah malam”[HR. Muslim No. 612].

Pendapat ketiga mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah ketika terbit fajar shodiq. Inilah pendapatnya ‘Atho’, ‘Ikrimah, Dawud Adz Dzohiri, salah satu riwayat dari Ibnu Abbas, Abu Huroiroh dan Ibnul Mundzir Rohimahumullah. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Qotadah rodhiyallahu ‘anhu,

…إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى….

“Hanyalah orang-orang yang terlalu menganggap remeh agama adalah orang yang tidak mengerjakan sholat hingga tiba waktu sholat lain” [HR. Muslim No. 681].

Pendapat yang tepat menurut Syaukani dalam masalah ini adalah akhir waktu sholat ‘isya’ yang terbaik adalah hingga setengah malam berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr sedangkan batas waktu bolehnya mengerjakan sholat ‘isya’ adalah hingga terbit fajar berdasarkan hadits Abu Qotadah. Sedangkan pendapat yang dinilai lebih kuat menurut Penulis Shahih Fiqh Sunnah adalah setengah malam jika hadits Anas adalah hadits yang tidak shohih.

Disunnahkan Mengakhirkan Sholat ‘Isya’

Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ

“Jika sekiranya tidak memberatkan ummatku maka akan aku perintah agar mereka mengakhirkan sholat ‘isya’ hingga sepertiga atau setengah malam” [HR. Tirmidzi No. 167, Ibnu Majah No. 691, dinyatakan shohih oleh Al Albani di Takhrij Sunan Tirmidzi].

Akan tetapi hal ini tidak selalu dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, sebagaimana dalam hadits yang lain,

وَالْعِشَاءُ أَحْيَانًا يُقَدِّمُهَا ، وَأَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا : إذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ ، وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ

“Terkadang (Nabi) menyegerakan sholat isya dan terkadang juga mengakhirkannya. Jika mereka telah terlihat terkumpul maa segerakanlah dan jika terlihat (lambat datang ke masjid)” [HR. Bukhori No. 560, Muslim No. 233].

Dimakruhkan Tidur Sebelum Sholat ‘Isya’ dan Berbicara yang Tidak Perlu Setelahnya
Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membenci tidur sebelum sholat ‘isya’ dan melakukan pembicaraan yang tidak berguna setelahnya" [HR. Bukhori No. 568, Muslim No. 237]”.

------------------------------------------

SHALAT SHUBUH/FAJAR

Fajar secara bahasa berarti cahaya putih. Sholat fajar disebut juga sebagai sholat shubuh dan sholat ghodah.

Fajar ada dua jenis yaitu fajar pertama (fajar kadzib) yang merupakan pancaran sinar putih yang mencuat ka atas kemudian hilang dan setelah itu langit kembali gelap.

Fajar kedua adalah fajar shodiq yang merupakan cahaya putih yang memanjang di arah ufuk, cahaya ini akan terus menerus menjadi lebih terang hingga terbit matahari.

Awal Waktu Sholat Shubuh/Fajar
Para ulama sepakat bahwa awal waktu sholat fajar dimulai sejak terbitnya fajar kedua/fajar shodiq.

Akhir Waktu Sholat Shubuh/Fajar
Para ulama juga sepakat bahwa akhir waktu sholat fajar dimulai sejak terbitnya matahari.
Disunnahkan Menyegerakan Waktu Sholat Shubuh/Fajar Pada Saat Keadaan Gholas (Gelap yang Bercampur Putih)

Jumhur ulama’ berpendapat lebih utama melaksanakan sholat fajar pada saat gholas dari pada melaksanakannya ketika ishfar (cahaya putih telah semakin terang). Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur rohimahumullah. Diantara dalil mereka adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – غَزَا خَيْبَرَ ، فَصَلَّيْنَا عِنْدَهَا صَلاَةَ الْغَدَاةِ بِغَلَسٍ

“Sesungguhnya Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berperang pada perang Khoibar, maka kami sholat ghodah (fajar) di Khoibar pada saat gholas” [HR. Bukhori No. 371, Muslim No. 1365.].

[Kitab "Shahih Fiqh Sunnah" karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Said Salim hal. 237-249/I Cet. Maktabah Tauqifiyah, Kairo, Mesir]

 
 

Dalil2 jumlah raka'at Shalat Fardhu

*Abu Ayaz di JYL*

INILAH DALIL2 JUMLAH RAKAAT SHALAT FARDHU.

Agar kita tidak lagi bertanya2, apa dasarnya penetepan jumlah rakaat dalam shalat fardhu ini :

1. jumlah rokaat sholat shubuh adalah 2 rokaat
2. jumlah rokaat sholat dzuhur adalah 4 rokaat
3. jumlah rokaat sholat ashar adalah 4 rokaat
4. jumlah rokaat sholat maghrib adalah 3 rokaat
5. jumlah rokaat sholat isya adalah 4 rokaat.

SHALAT SHUBUH :

عن قيس بن عمرو قال : رأى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- رجلاً يصلي بعد صلاة الصبح ركعتين، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: “صلاة الصبح ركعتان”.
فقال الرجل: إني لم أكن صليت الركعتين اللتين قبلهما فصليتهما الآن، فسكت رسول الله -صلى الله عليه وسلم-. رواه أبو داودو و صححه الألباني

Dari Qais bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki melaksanakan shalat dua raka’at setelah shubuh, maka Rasul shallallahu alaihi wa sallamberkata : shalat Subuh (hanya) 2 raka’at.

Laki-laki itu menjawab: aku belum shalat dua raka’at sebelum Subuh jadi aku melaksanakannya sekarang, maka Rasul shallallahu alaihi wa sallam terdiam.

SHALAT DZUHUR DAN ASHAR :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقوم في الظهر في الركعتين الأوليين في كل ركعة قدر قراءة ثلاثين آية وفي الآخريين في كل ركعة قدر قراءة خمس عشرة آية وكان يقوم في العصر في الركعتين الأولتين في كل ركعة قدر قراءة خمس عشرة آية وفي الأخرتين قدر نصف ذلك. رواه أحمد رقم 11802. قال المحقق( شعيب الأرنؤوط) إسناده صحيح على شرط مسلم

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasanya berdiri pada shalat Zuhur di dua rakaat pertama, pada setiap rakaat (lamanya berdiri sekitar) seperti membaca tiga puluh ayat, dan pada dua rakaat lainnya sekitar lima belas ayat, atau, separuh dari itu. Sedang dalam shalat Ashar, di dua rakaat pertama pada setiap rakaat (lama berdirinya) seperti membaca sekitar lima belas ayat. Dan pada dua rakaat lainnya separuh dari itu. [HR Ahmad 11802, dengan sanad yang shahih, sesuai dengan syarat Muslim]

SHALAT MAGHRIB :

«لا توتروا بثلاث، أوتروا بخمس، أو بسبع، ولا تشبهوا بصلاة المغرب»رواه ابن حبان 2429.صححه الألباني

Jangan kamu shalat witir 3 rekaat, (tetapi) shalatlah witir 5 atau 7 raka’at, dan janganlah kamu menyerupakan dengan shalat Maghrib." [HR. Ibnu Hibban, di shahihkan oleh Syaikh Albani, lihat shahihah 2429]

SHALAT ISYA :

عن جابر بن سمرة، قال: شكا أهل الكوفة سعدا إلى عمر رضي الله عنه، فعزله، واستعمل عليهم عمارا، فشكوا حتى ذكروا أنه لا يحسن يصلي، فأرسل إليه، فقال: يا أبا إسحاق إن هؤلاء يزعمون أنك لا تحسن تصلي، قال أبو إسحاق: أما أنا والله «فإني كنت أصلي بهم صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم ما أخرم عنها، أصلي صلاة العشاء، فأركد في الأوليين وأخف في الأخريين» رواه البخاري 755

Dari Jabir bin Samrah berkata, Penduduk Kufah mengadukan Sa'd (bin Abu Waqash) kepada 'Umar. Maka 'Umar menggantinya dengan 'Ammar. Mereka mengadukan Sa'd karena dianggap tidak baik dalam shalatnya. Maka Sa'd dikirim kepada 'Umar dan ditanya, Wahai Abu Ishaq, penduduk Kufah menganggap kamu tidak baik dalam shalat? Abu Ishaq menjawab, Demi Allah, aku memimpin shalat mereka sebagaimana shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Tidaklah aku mengurangi sedikitpun dalam melaksanakan shalat 'Isya bersama mereka. Aku memanjangkan bacaan pada dua rakaat pertama dan aku pendekkan pada dua rakaat yang akhir. [HR. Bukhari 755]

DALIL IJMA' :
Ibnu Mundzir menceritakan bahwa jumlah raka’at shalat Fardhu yang kita ketahui bersama adalah termasuk perkara yang disepakati (Ijma’).

[Lihat kitab Al-Awasath fi Sunan wa Al-Ijma’ wa Al-Ikhtilaf juz.2 hal.318]

Walahu a’lam Bishowab

Monday, July 9, 2012

Pahala Shalat Isya dan Subuh Berjama'ah

*Abu Riyadl*

PAHALA ORANG YANG SHALAT ISYA DAN SUBUH
SECARA BERJAMAAH

Allah ta'ala  berfirman yang artinya :
وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا {78}
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. al-Isra` :78)
Ahli tafsir berkata maksudnya adalah shalat shubuh yang disaksikan oleh malaikat malam hari dan siang hari.

 عن عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ  قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ. رواه مسلم و أبو داود و الترمذي و لفظهما مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ  كقيام نصف ليلة ، ومن صل العشاء والفجر في جماعة كان كقيام ليلة
Dari Utsman bin `Affan telah berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: “ Barang siapa yang menegakkan shalat isya secara berjamaah maka seakan-akan dia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR Muslim dan Abu Dawud dan Tirmidzi, dan lafadz dari keduanya adalah: Barang siapa yang mengerjakan shalat isya secara berjamaah seakan-akan dia menegakkan shalat separuh malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat isya dan shalat subuh secara berjamaah seakan-akan dia mengerjakan shalat malam semalam suntuk ( HR Muslim : 656, Abu Dawud :555, Tirmidzi :221).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوا......... ( رواه البخاري (657), و مسلم (651))
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah besabda: Shalat yang memberatkan bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat shubuh, seandainya mereka mengetahui pahala pada keduanya pasti akan mendatanginya walaupun harus merangkak...HR. Bukhori&Muslim.

Subhanallah.. Wahai saudaraku.. Jangan engkau lewatkan kesempatan emas ini.

Oleh:
www. abu-riyadl.blogspot.com

Hutang Hukumnya Mubah

*Abu Riyadl*

Hutang hukumnya mubah..
namun jika kita mampu untuk segera melunasinya, maka bergegaslah,  apalagi jika hutang tersebut telah jatuh tempo

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  : "مَطْل الغنيِّ ظلم. وإذا أُتْبع أحدكم على مَلِئٍ فليَتْبع" متفق عليه.

Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kezhaliman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya" [Al-Bukhari III/55, 85 Muslim III/1197 nomor 1564,]

Ketahuilah jika salah seorang diantara kita meninggal dunia dalam kondisi berhutang, bisa jadi hutang tersebut disepelekan oleh pewaris kita, dan nantinya ia akan menjadi beban kita dihari akhirat.

Ketahuilah wahai saudaraku, jika engkau menyepelekan  hutang  maka ia merupkan kehinaan disiang hari dan fikiran dimalam hari, kemudian beban di akhirat nanti


DOA AGAR BISA MELUNASI UTANG
اَللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
 “Ya Allah! Cukupilah aku dengan rezekiMu yang halal (hingga aku terhindar) dari yang haram. Perkayalah aku dengan karuniaMu (hingga aku tidak minta) kepada selainMu.” HR. At-Tirmidzi 5/560, dan lihat kitab Shahihut Tirmidzi 3/180
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
 “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.” HR. Al-Bukhari 7/158.

By. Abu riyadl
www.abu-riyadl.blogspot.com

Orang Yg Plg Baik Akhlaknya

*Abu Riyadl*

Rasulullah shalallhu alaihi wasalam bersabda:

اِنَّ مِنْ اَحَبِّكُمْ اِلَىَّ وَاَقْرَ بِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَحْسَنُكُمْ اَخْلاَقًا.

“ Sesungguhnya, orang yang paling aku senangi dan paling dekat kepadaku tempat duduknya pada hari kiamat, adalah orang yang paling baik akhlaknya”. ( HR. Bukhari).

Akhlak Baik menurut Kaum Salaf sebagaimana dikatakan;
Al-Hasan berkata: ”Berakhlak baik itu adalah bermuka cerah, ramah, dan tidak menyakiti orang lain.”
Abdullah Ibn Al-Mubarak berkata: . ”Berakhlak baik itu terdapat dalam tiga hal, yaitu menjauhi yang haram, mencari yang halal, dan lapang dada terhadap keluarga.”

Sedangkan definisi ahlaq mulia adalah mereka yg memiliki sifat berikut:
Pemalu, banyak berbuat baik, jujur, sedikit bicara banyak bekerja, tidak sombong, suka memberi, berwibawa,
berwajah ceria dan ramah, sabar, bersyukur, rela dan lemah-lembut, tepat janji, tidak mencela, tidak menyakiti, tidak ghibah, tidak tergesa-gesa, tidak mendendam, tidak dengki, suka menggembirakan orang lain, mencintai karena Allah,
membenci karena Allah, rela karena Allah, dan marah karena Allah.

Semoga Allah Tabaroka wa Ta'ala meringnkan hati kita untuk bersifat ahlaqul karimah.
By. Abu riyadl

Alqur'an adalah Kalamullah dan bukan makhluk

*Abu Riyadl*

Alqur'an adalah kalamullah dan bukan makhluq.

Sampai jin muslim pun marah jika al qur'an dikatakan makhluq


Copas dari catatan al akh rifaq:

Ahmad bin Nashr berkata: “Saya pernah mendapati seorang yang kesurupan jin, lalu saya bacakan ayat di telinganya, tiba-tiba jin wanita berkata kepadaku: Wahai Abu Abdillah, biarkanlah aku mencekiknya, karena dia mengatakan: Al-Qur’an makhluk!!!”.Thabaqat Hanabilah 1/81, Ibnu Abi Ya’la.

Suatu kaum dari Ashbahan pernah berkata kepada Shahib bin Abbad: Seandainya Al-Qur’an itu makhluk, berarti dia bisa mati, lalu kalau mati di akhir bulan Sya’ban, bagaimana kita shalat terawih nanti? Dia menjawab: Seandainya Al-Qur’an mati, maka Ramadhan juga ikut mati, kita tidak perlu shalat terawih, kita istirahat santai saja”. Mu’jam Udaba’ 2/473, Yaqut al-Hamawi.

Aqidah ahli sunnah mengatakan bahwa Al Qur'an adalah kalamullah dari sifat sifat Allah Ta'ala
Namun tinta kertas dan suara adalah dari manusia.

Do'a Penawar Hati yg Duka

*Abu Riyadl*

DOA PENAWAR HATI YANG DUKA

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.
 “Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.” [137] HR. Ahmad 1/391. Menurut pendapat Al-Albani, hadits tersebut adalah sahih.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.
 “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.” HR. Al-Bukhari 7/158. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa membaca doa ini, lihat kitab Fathul Baari 11/173.
-------------------------
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمُ.
 “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Pengampun. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai arasy, yang Maha Agung. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai langit dan bumi. Tuhan Yang menguasai arasy, lagi Maha Mulia.” HR. Al-Bukhari 7/154, Muslim 4/2092.

اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.
 “Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmatMu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42. Menurut pendapat Al-Albani, hadits di atas adalah hasan dalam Shahih Abu Dawud 3/959

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.
 “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang zhalim.” HR. At-Tirmidzi 5/529 dan Al-Hakim. Menurut pendapatnya yang disetujui oleh Adz-Dzahabi: Hadits tersebut adalah shahih 1/505, lihat Shahih At-Tirmidzi 3/168

Selesai..
By abu riyadl

Berhias Utk Suami Sangat Penting

*Abu Riyadl*

BERHIAS UNTUK SUAMI SANGAT PENTING tetapi..
Ada aturannya

عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ.
Dari Alqomah dari Abdullah bin Mas’ud, beliau mengatakan, “Allah melaknat wanita yang menjadi tukang tato dan wanita yang minta ditato, wanita yang mencabuti bulu alis dan wanita yang minta agar bulu alisnya dicabuti, demikian pula wanita yang merenggangkan giginya demi kecantikan. Merekalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah” (HR Bukhari no 4604 dan Muslim no 5695).
---------------------------
سئل الشيخ صالح الفوزان عن تقويم الأسنان فقال : إذا احتيج إلى هذا كأن يكون في الأسنان تشويه واحتيج إلى إصلاحها فهذا لا بأس به ،
Syeikh Shalih al Fauzan pernah ditanya tentang hukum meratakan gigi. Jawaban beliau, “Jika ada kebutuhan untuk meratakan gigi semisal susunan gigi nampak jelek sehingga perlu diratakan maka hukumnya tidak mengapa (baca:mubah).
أما إذا لم يُحتج إلى هذا فهو لا يجوز ، بل جاء النهي عن وشر الأسنان وتفليجها للحسن وجاء الوعيد على ذلك لأن هذا من العبث ومن تغيير خلق الله .
Namun jika tidak ada kebutuhan untuk mengotak-atik gigi maka mengotak-atik gigi hukumnya tidak boleh. Bahkan terdapat larangan meruncingkan dan mengikir gigi agar nampak indah. Terdapat ancaman keras atas tindakan ini karena hal ini adalah suatu yang sia-sia dan termasuk mengubah ciptaan Allah.
أما إذا كان هذا لعلاج مثلاً أو لإزالة تشويه أو لحاجة لذلك كأن لا يتمكن الإنسان من الأكل إلا بإصلاح الأسنان وتعديلها فلا بأس بذلك .
Jadi mengotak-atik gigi dengan tujuan pengobatan, menghilangkan penampilan gigi yang jelek atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu tidak bisa makan dengan baik kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan ditata ulang maka hal tersebut hukumnya tidak mengapa.
أما إزالة الأسنان الزائدة فقال الشيخ ابن جبرين : لا بأس بخلع السن الزائد لأنه يشوه المنظر ويضيق منه الإنسان … ، ولا يجوز التفليج ولا الوشر للنهي عنه .
Tentang menghilangkan gigi yang ‘berlebih’ Syeikh Ibnu Jibrin mengatakan, “Tidaklah mengapa mencopot gigi yang ‘berlebih’ karena keberadaan gigi tersebut merusak penampilan sehingga orang yang mengalami tidak merasa PD. Namun tidak diperbolehkan mengikir dan meruncingkan gigi karena hal tersebut terlarang”.
انظر كتاب فتاوى المرأة المسلمة ج/1 ص/477 .
Baca buku Fatawa al Mar’ah al Muslimah jilid 1 hal 477.

www.abu-riyadl.blogspot.com

Merubah tampilan yg cacat itu boleh. Namun tidak diperbolehkan merubah ciptaan Allah yg ada  pada diri kita jika telah normal dan wajar dg memodifikasi yg tidak sesuai tabiatnya.

Penghalang Do'a Mustajab

*Abu Riyadl*

Salah satu penghalang doa’ mustajab adalah
Meninggalkan  amar ma’ruf & nahi munkar

Dari Huzaifah bin Al-Yaman dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- beliau bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar. Jika tidak maka niscaya Allah akan mengirimkan siksa-Nya dari sisi-Nya kepada kalian seluruhnya, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun do’a kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. At-Tirmizi no. 2169 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7070)

amar ma’ruf & nahi munkar tidak boleh  dilakukan dg sembrono...
harus dengan ilmu,,, dan ilmu tidak akan diperoleh kecuali dg mencarinya...

www.abu-riyadl.blogspot.com

Posisi Sujud Yg Benar Ketika Shalat

*Abu Ayaz*

POSISI SUJUD YANG BENAR KETIKA SHALAT#

Bismillah,
Dari Abi Humaid ttg sifat sholat Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)

Syaikh Ibnu Ustaimin mengatakan, “(Dalam sujud) Seorang yg shalat hendaknya menjauhkan perutnya dari dua pahanya. Demikian juga meninggikan dua paha sehingga jauh dari betis.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bersikap pertengahan ketika bersujud.” (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)

Artinya hendaknya posisi sujud itu pertengahan tidak terlalu pendek sehingga perut sampai bersentuhan dengan paha dan paha bisa bersentuhan dengan betis. Tidak pula terlalu panjang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Kita temukan sebagian orang yg sujud dgn terlalu memanjang sampai2 seperti org yg hampir telungkup. Sepengetahuan kami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tidaklah melakukan demikian, yaitu memanjangkan punggung saat bersujud.

Yg benar memanjangkan punggung itu dilakukan pada saat ruku’. Sedangkan pada saat sujud cukuplah perut itu ditinggikan sehingga tidak menempel paha, namun punggung tidak perlu dipanjangkan.”
(Lihat Shifat as-Sholah karya Ibn Utsaimin hal 114-115 cetakan Darul Kutub al-Ilmiah)

CATATAN :
Dan tata cara sujud yg benar ini, biasanya tidak berlaku jika kita shalat berjama'ah di masjid yg karpet sajadahnya memakai standard 110 cm. Kecuali jika kita berada si shaf terdepan dan masih ada sisa ruang didepan sajadah kita.

Namun demikian, Alhamdulillah, saat ini sudah banyak masjid2 yg menggunakan karpet sajadah yang berukukuran 120 cm keatas

Seperti misalnya masjid Al Barkah radio Rodja, Istiqlal, Sunda kelapa, dan ITC Cempaka Mas, dan msih ada tentunya masjid2 yang lain.

Bagi yang butuh ilustrasi fotonya, silahkan japri saya.

Semoga bermanfaat.

Jabat Tangan Setelah Shalat

*Abu Ayaz*

IMAM AL LAKNAWI BERCERITA TENTANG BERJABAT TANGAN SETELAH SHALAT#

Abdu Al Hayyi Al Laknawi rahimahullah (wafat 1304H/1887M) berkata:
"Telah tersebar di zaman ini pada kebanyakan negeri, terutama di negeri Dakan yang merupakan tempat munculnya bid'ah dan fitnah dua perkara:

1. Mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk masjid di waktu sholat fajar, mereka langsung masuk masjid lalu sholat sunnah dan fardlu, setelah itu mereka saling mengucapkan salam setelah sholat. Ini adalah perkara buruk, karena salam itu disunnahkan hanya ketika bertemu saja, sebagaimana dalam hadits hadits.

2. Mereka saling berjabat tangan setelah selesai sholat fajar, ashar, hari raya dan jum'at. Padahal berjabat tangan hanya disyari'atkan ketika bertemu."

Beliau berkata lagi,
"Diantara ulama yang melarangnya adalah ibnu Hajar Al Haitami Asy Syafi'i, Quthbuddin bin 'Alaudin Al Hanafi, bahkan Al Fadlil Ar Rumi menganggapnya sebagai bid'ah yang jelek..

Beliau juga berkata :
"Ibnu Hajar dari ulama madzhab Asy Syafi'i berkata, "Apa yang dilakukan orang-orang berupa bejabat tangan setelah sholat lima waktu adalah dibenci karena tidak ada asalnya dari syari'at."
(As Si'ayah fil Kasyf 'amma fi syarhil wiqoyah hal 264. Lihat akhthaa almusholliin hal 294-295 karya Syaikh Masyhur Salman)

[Ust. Badrusalam, Al Ilmu, radio Rodja]

Semoga bermanfaat

Kirim2 Al Fatihah?

*Abu Ayaz*

Bismillah,
Kebanyakan dari kita pasti pernah mendengar/mengalami dimana ada seorang ustad atau orang yg ditokohkan  mengajak kita untuk mengirim pahala dengan membaca surat al Fatihah,
"Al faaatihah !!"

Pertanyaannya,

Apakah proses 'kirim mengirim' ini pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu anhum ? Para tabi'in? Para tabi'ut tabi'in? Dan imam 4 mazhab?

Kalau jawabannya "iya.."

--> bisa saya minta dalilnya ?

Kalau jawabannya "tidak.."

--> kenapa kita MASIH melakukannya ?

itu saja

Semoga bermanfaat

Istihsan

*Abu Ayaz*

INILAH DALIL MEREKA YG MEMBOLEHKAN ISTIHSAN#

Bismillah,
Para ahlu bid'ah berdalil :
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dia baik di sisi اَللّهُ,  dan apa yang mereka pandang kejelekan maka dia adalah kejelekan di sisi Allah".

Maka itu bukanlah hadits, tapi hanya atsar mauquf dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, dan derajatnya hasan shahih, TAPI  maksud atsar tersebut, yg dimaksud dgn "kaum muslimin", adalah para shahabat, bukan kaum muslimin di setiap jaman, sebagaimana penjelasan Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu berikut ini :

Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata :
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melihat kepada hati-hati para hambaNya dan mendapatkan hati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebaik-baik hati para hamba lalu memilihnya utk dirinya dan diutus sebagai pembawa risalahNya.Kemudian Allåh melihat kepada hati-hati para hamba setelah hati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendapatkan hati2 para sahabat beliau sebaik-baik para hamba lalu menjadikan mereka sbg pembantu NabiNya.

Mereka berperang di atas agamaNya, maka apa yg dipandang baik oleh kaum muslimin (para shåhabat) maka dia baik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apa yang mereka pandang kejelekan maka dia adalah kejelekan di sisi Allah Subahanhu wa Ta’ala".

[Atsar ini dikeluarkan oleh Ahmad I/379, Ath-Thoyalisiiy dalam musnadnya hal.23 dan Al-Khotib Al-Baghdadiy dalam Al-faqih wal Mutafaqqih I/166 secara mauquf dgn sanad yg hasan.]

Berkata Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly Hafizhåhullåh :
Kata2 terakhir dari atsar ini telah masyhur sbg hadits marfu’ dan itu tidak benar sebagaimana telah dijelaskan para imam, dan itu hanyalah dari perkataan Ibnu Mas’ud, sebagaimana telah di jelaskan dalam kitab Al-Bid’ah wa Atsaruha fil Umat, hal.21-22.

[[ Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, " Mengapa Memilih Manhaj Salaf" (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaly]

Semoga bermanfaat.

Perbaiki Amal Sebelum Kematian Datang Menjemput

*Abu Ayaz*

PERBAIKI AMAL SEBELUM KEMATIAN DATANG MENJEMPUT#

Bismillah,
Ibrahim bin Yazid al-Abdi mengatakan, “Suatu ketika Riyah al Qaisy mendatangiku seraya berkata, ‘Hai Abu Ishaq –julukan Ibrahim-, ayo ikut bersamaku menemui penghuni akhirat dan marilah kita mengikat janji setia di samping mereka.”

Lalu aku pun pergi bersamanya ke sebuah pemakaman. Kami duduk di samping salah satu kuburan di sana, kemudian Riyah berkata,
“Hai Abu Ishaq, kira-kira apakah yang diangankan oleh mayit ini jika ia diminta berangan-angan?”

“Demi Allah, ia pasti ingin dikembalikan ke dunia agar bisa taat kepada اَللّهُ  dan memperbaiki amalnya,” jawabku.

“Nah, kita sekarang berada di dunia. Karenanya, marilah kita taat kepada اَللّهُ  dan memperbaiki amal kita,” sahut Riyah.

Maka Riyah bangkit meninggalkan kuburan tersebut dan mulai bersungguh-sungguh dalam beribadah. Ternyata tak lama berselang, ia dipanggil menghadap اَللّهُ.
Semoga اَللّهُ  merahmatinya.

Silakan membaca langsung dari sumbernya di sini: http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/angan-angan-mereka-yang-telah-tiada.html

Semoga bermanfaat

Membalas Salam Orang Non Muslim

*Abu Ayaz*

MEMBALAS SALAM ORANG NON MUSLIM#

Oleh : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal

Mayoritas Ulama (Jumhur) berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan "Wa 'Alaikum".

Dalilnya adalah Hadits Muttafaqun 'Alaih (Bukhari dan Muslim),  dari Anas bin Malik , Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, " Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan "Wa'Alaikum" (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata : "Ada seorang Yahudi. Melewati Rasulullah صلى الله عليه وسلم , lalu ia mengucapkan "As saamu 'alaik (Celaka Engkau). "Rasulullah صلى الله عليه وسلم lantas membalas "Wa'alaik (Engkau Yang Celaka). Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah "Wa'alaikum" (HR. Bukhari no. 6926)

Lengkapnya :
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3596-membalas-salam-non-muslim.html

Semoga Bermanfaat

Do'a Mohon Perlindungan Dari Kemusyrikan

*Abu Ayaz*

DOA MOHON PERLINDUNGAN DARI SEGALA BENTUK KEMUSYRIKAN#

 أَللَّهُمَّ  إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا
وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا لاَ
أَعْلَمُ.

"Allahumma innii a'uudzu bika min an usyrika bika syai-an wa anaa a'lamu, wa a'uudzu bika min an usyrika bika wa anaa la a'lamu."

“Ya Allah, saya memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan Engkau dengan sesuatu sedangkan aku mengetahui hal itu. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan Engkau dengan sesuatu sedangkan aku tidak mengetahui hal itu.”

(HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrod no.739, dari jalan Ma'qil bin Yasar radhiyallahu anhu. Dan dinyatakan SHOHIH oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Al-Adab Al-Mufrod no.551).

CATATAN :
Dalam sebagian riwayat, kalimat terakhir adalah "wa anaa a'lamuhu".
Maka kedua bacaan tersebut benar karena masing2 ada haditsnya dengan derajat shahih dan hasan li ghairihi. Semuanya termasuk dalam kategori hadits maqbul (dapat diterima dan dijadikan landasan hukum dalam beramal). Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat.

Kuburan Tak Memberi Manfa'at atau Mudharat

*Abu Ayaz*

KUBURAN TAK MEMBERI MANFAAT ATAU MUHDHARAT#

 بِسْمِ اللهِ,
Kuburan hanyalah benda mati yg tak dapat memberi manfaat & mudharat, di dalamnya terbujur mayat yg kaku yg membutuhkan doa orang yg masih hidup, & ia tak dapat menyampaikan do'a orang yg bertawassul kepadanya, apalagi untuk mengabulkan do'a orang yg berdo'a kepadanya, karena semua itu tiada dalil yg menunjukkannya.

Bila Rasulullah صلى الله عليه و سلم sebagai manusia yg paling tinggi derajatnya di sisi اللّه tak dapat memberikan manfaat & menolak mudharat untuk dirinya sendiri ketika masih hidup, apalagi setelah Beliau meninggal dunia, bagaimana jadinya manusia selain Rasulullah?

Telah berfirman اللّه Ta’ala, "Katakanlah, 'Aku tak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku & tak (pula) menolak kemudharatan kecuali yg dikehendaki اللّه. Dan sekiranya aku mengetahui yg ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya & aku tak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan & pembawa berita gembira bagi orang-orang yg beriman'." [QS al-A'raaf:188].

Dalam ayat ini, اللّه Ta’ala mengabarkan bahwa Nabi صلى الله عليه و سلم tak dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri, tak pula dapat menolak mudharat, & ini semasa hidupnya, apalagi setelah matinya? Maka, orang yg berdo'a di kuburan dg keyakinan bahwa penghuni kuburan dapat memberinya syafaat dg cara menyampaikan do'anya kepada اللّه, ia telah berkata tanpa ilmu, bahkan ia telah menjadikan selain اللّه sebagai tandingan sebagaimana akan kita jelaskan dalam masalah tawassul kepada penghuni kubur.

Kuburan hanyalah benda mati yg tak dapat memberi manfaat dan mudharat, namun sayang banyak manusia yg terfitnah dengannya, dengan mengadakan ritual-ritual yang tak pernah diajarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم & para shahabatnya, bahkan bertentangan dg ruh tauhid yg dibawa oleh semua Nabi & Rasul.

[Ust. Badrusalam, Lc, Group Al Ilmu, radio Rodja]

Adab & Keutamaan Jum'at

*Abu Ayaz*

Adab & Keutamaan jumat: ✽

1. Hari Ibadah
dinamakan Jum'ah itu karena dia pecahan dari perkumpulan. Sebab kaum muslimin brkumpul pd hari tsb sekali dlm setiap pekannya di tempat yg besar.

2.Dilarang berjalan dgn buru-buru saat pergi ke masjid.

3. Mengutamaann bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala dgn berbagai kegiatan ibadah.

4. Sunnah Memperbanyak shalawat utk Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

5. Sunnah Membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at

6. Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki2 muslim, merdeka, mukallaf & tinggal dinegerinya. Atas mereka shalat Jum'at hukumnya wajib. Kecuali budak, wanita, anak kecil & musafir, maka shalat Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jk mrk menghadirinya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya.

7. Mandi besar pada hari Jum'at juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

8. Memakai minyak wangi, bersiwak, & mengenakan pakaian terbagusnya

9. Disunnahkan berangkat lebih pagi (lebih awal) saat menghadiri shalat Jum'at.

10. Saat menunggu imam datang dianjurkan untuk menyibukkan diri dgn shalat, dzikir atau membaca Al-Qur'an.

11. Wajib mendengarkan khutbah dgn seksama, tidak boleh sibuk sendiri.

12.  Rasulullah محمد صلى الله عليه وسلم   bersabda, "Jika salah seorg kalian mendatangi shalat Jum'at, dan (mendapati) imam sedang khutbah, maka hendaknya ia shalat dua rakaat lalu baru duduk." (HR. Muslim)

13.  Shalat sunnah sesudah Jum'at 2 rakaat, (Muttafaq' alaih) atau sebanyak 4 rakaat, (HR. Muslim)

14.  Memperbanyak doa di penghujung hari Jum'at, karena termasuk waktu mustajab untuk dikabulkannya doa.

بَارَكَ اللَّهُ فِيْك.

Semoga bermanfaat

Angkat Tangan Saat Berdo'a

*Abu Ayaz*

Bismillah,
Pertanyaan, “Apa hukum merutinkan angkat tangan saat doa di waktu-waktu mustajab semisal angkat tangan ketika doa antara adzan dan iqomah?

الجواب: لا نعلم شيئاً محدداً في هذا، بل جاء أن الدعاء مطلق، وليس فيه شيء يدل على رفع اليدين فيه، ولا جاء شيء يدل على المنع من رفعهما،

... Jawaban Syaikh Abdul Muhsin al Abbad, “Kami tidak mengetahui dalil tegas dalam masalah ini. Yang ada dianjurkan doa antara adzan dan iqomah tanpa memberi keterangan rinci. Tidak ada dalil yang menunjukkan dianjurkannya angkat tangan saat itu. Demikian pula tidak ada dalil yang melarang untuk angkat tangan ketika itu.

والإنسان إذا رفع فلا بأس، وإن ترك لا بأس. وكونه يداوم على رفع اليدين باعتبار أنها سنة، لا نعلم شيئاً يدل على هذا، وأما كونه يحرص على أن يرفع يديه؛ لأنه يرجو من الله أن يحقق رغبته، فلا نعلم شيئاًَ يمنع من هذا.

Oleh karena itu, jika ada yang memilih untuk angkat tangan maka tidak mengapa. Demikian pula yang memilih untuk tidak angkat tangan juga tidak mengapa. Seorang yang selalu angkat tangan ketika doa antara adzan dan iqomah dengan anggapan bahwa itu ajaran Nabi maka kami tidak mengetahui satupun dalil yang mendukung anggapan tersebut. Sedangkan orang yang bersemangat untuk mengangkat tangan ketika itu karena dia berharap agar Allah mewujudkan keinginannya maka kami pun tidak mengetahui satu pun dalil yang melarang hal tersebut”.

Sumber: Rekaman Syarh beliau untuk Arbain Nawawiyyah yang telah ditranskip di link berikut:

http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=21421

Artikel www.ustadzaris.com

Semoga bermanfaat.

Seri Muamalat

*Kholid Syamhudi*

Seri Muamalat (SM) 1.
SM 1-1
Usaha Haram dan Implikasi Buruknya
(oleh Kholid Syamhudi)

Setiap orang harus berusaha memenuhi kebutuhannya dengan segala kemampuan dan cara yang ada. Tidak seorang pun yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa berinteraksi dan berhubungan dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan satu cara yang mengatur pemenuhan kebutuhan mereka tersebut, salah satunya adalah pengelolaan harta, baik dengan jual beli atau yang lainnya. Karena itulah Allah karuniakan kemampuan dan naluri kepada para hamba-Nya untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan, dan menuntun hamba-Nya tersebut dengan aturan dan bimbingan yang dapat menjauhkan mereka dari kemurkaan-Nya.
Sekarang ini masalah pemenuhan kebutuhan melalui usaha yang beragam bentuknya berkembang pesat dan cukup pelik untuk dimengerti, dari yang tradisional, konvensional sampai yang multi level. Hal ini menuntut setiap Muslim untuk mengerti hukum syariat tentang hal-hal itu, terlebih lagi ini kaum Muslimin saat ini banyak yang meremehkan dan tidak memperhatikan lagi masalah halal dan haram dalam usaha mereka. Bahkan sebagian mereka sudah tidak peduli lagi dengan masalah ini. Sungguh benar berita yang disampaikan Rasulullah dalam sabda beliau:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ؟!
Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?!
(HR al-Bukhori).
 SM 1-2
Berapa banyak seseorang yang menzhalimi saudaranya hanya dengan dalih harta, bahkan saling menumpahkan darah di antara mereka. Kemungkinan fenomena ini muncul karena kaum Muslimin tidak sabar dan teguh menghadapi fitnah harta yang pernah dijelaskan Rasulullah dalam salah satu haditsnya,
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta. (Hadits shahih)
Tidak dipungkiri lagi bahwa ujian harta merupakan perkara yang sulit dan menghanyutkan banyak kaum Muslimin, apalagi ketika mereka jauh dari tuntunan syari’at. Padahal ketamakan terhadap harta merupakah salah satu tabiat manusia, seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم  :
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ ؛ لاَبْتَغَى ثَالِثاً , وَلاَ يَمَلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ , وَيَتُوْبُ الله ُعَلَى مَنْ تَابَ
Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat.
Semua ini menghancurkan keimanan kaum Muslimin. Pergeseran cinta dunia dan takut mati telah menguasai atau dominan di hati mereka. Akhirnya, mereka menyatakan dengan tanpa ekspresi sebuah ungkapan: “Yang haram aja susah apalagi yang halal”. Mereka pun terjerumus dalam praktek usaha haram yang beraneka ragam.
SM 2-1

#Sebab terjerumusnya kaum Muslimin dalam usaha haram.#

Bila melihat kejadian dan keadaan, nampaknya ada beberapa sebab penting yang membuat seseorang terjerumus dalam usaha yang haram, di antaranya:
1. Rendahnya kadar rasa takut dan malu kepada Allah diakibatkan karena rendahnya kualitas iman. Iman yang rendah akan menyurutkan rasa takut dan malu kepada Allah yang merupakan benteng utama seorang dari kemaksiatan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم  pernah menggambarkan rasa takut dan malu kepada Allah  yang benar dalam sabda beliau:
اسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ ، قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، إِنَّا نَسْتَحْيِيْ وَالْحَمْدُ ِللهِ ، قَالَ : لَيْسَ ذَاكَ ، وَلكِنَّ الاِسْتِحْيَاءَ مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ : أَنْ تَحْفَظَ الرَّاْسَ وَمَا وَعَى ، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذلِكَ ، فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
Malulah kepada Allah dengan benar. Kami pun menyahut: “Wahai Rasulullah,  alhamdulillâh kami memiliki rasa malu. Beliau menjawab: “Bukan itu, tapi rasa malu kepada Allah yang benar adalah dengan menjaga kepala dan isinya (pikiran), perut dan sekitarnya serta ingat kematian dan kehancuran. Siapa yang menginginkan akhirat , niscaya meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang berbuat demikian, maka telah malu kepada Allah dengan benar.

SM 2-2.
2. Ambisi mendapatkan hasil yang cepat. Manusia memang memiliki sifat tergesa-gesa dan memiliki ambisi yang dapat mengalahkan akal sehatnya. Berapa banyak orang yang tidak sabar dalam mencari rezeki sehingga menghalalkan segala cara agar mendapatkannya dengan mudah dan cepat menurut pandangannya. Hasil dalam pandangan mereka adalah tujuan segala-galanya. Padahal jelas, rezeki terkadang lambat diberikan dengan hikmah yang hanya Allah  yang tahu. Hal ini mendorong seseorang mencarinya dengan melakukan kemaksiatan kepada Allah . Oleh karena itu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم  memperingatkan hal ini dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd , beliau bersabda:
لَيْسَ مِنْ عَمَلٍ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ إِلاَّ قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ وَلاَ عَمَلٍ يُقَرِّبُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَقَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَلاَ يَسْتَبْطِئَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ رِزْقَهُ فَإِنَّ جِبْرِيْلَ أَلْقَى فِيْ رَوْعِيْ أَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَنْ يَخْرُجَ مِنَ الدُّنْيَا حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ فَاتَّقُوْا اللهَ أَيُّهَا النَّاسُ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنِ اسْتَبْطَأَ أَحَدٌ مِنْكُمْ رِزْقَهُ فَلاَ يَطْلُبْهُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُنَالُ فَضْلُهُ بِمَعْصِيَتِهِ
Tidak ada satu amalan pun yang mendekatkan kepada syurga kecuali telah aku perintahkan kepada kalian, dan tidak pula satu amalan yang mendekatkan kepada neraka kecuali aku peringatkan kalian darinya. Maka janganlah salah seorang di antara kalian menganggap lambat rezekinya, karena Jibrîl telah menyampaikan ke hatiku bahwa seorang dari kalian tidak akan meninggalkan dunia ini hingga sempurna rezekinya. Hendaknya kalian bertakwa kepada Allah dan memperbagus dalam mencarinya, karena siapa saja dari kalian yang mengganggap lambat rezekinya maka jangan sampai mencarinya dengan berbuat maksiat kepada Allah, karena keutamaan Allah tidak didapat dengan kemaksiatan. (HSR Ahmad)

SM2-3

3. Sifat tamak dan rakus serta tidak menerima yang ada pada diri manusia, bisa menjadi sebab mereka berusaha dengan usaha yang haram. Perhatikanlah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم  :
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ ، أُرْسِلاَ فِي غَنَمٍ ، بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ ، وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dilepas pada seekor kambing lebih merusak baginya dari ketamakan seorang terhadap harta dan kehormatan terhadap agamanya.

SM 2-4

4.Tidak tahu bahaya usaha yang haram dan hukum usaha yang dilakukannya. Banyak sekali orang yang terjerumus dalam usaha haram disebabkan ketidaktahuannya terhadap hukum Islam, juga karena tidak mengetahui bahaya dan implikasi buruk usaha tersebut. Hal ini karena mereka meremehkan dan kurang memperhatikan tatanan dan tuntunan syari’at terhadap usahanya. Mungkin karena tidak adanya nara sumber dan pembimbing, dan mungkin juga karena keteledoran dan kelalaian mereka. Padahal para salaf umat ini sangat berhati-hati dalam hal ini. Untuk itu, perlu sekali dipaparkan bahaya dan implikasi buruk usaha yang haram bagi pelakunya.

SM3-1

#Bahaya dan implikasi buruk usaha yang haram.#

Allah mengharamkan sesuatu yang berbahaya bagi makhluk-Nya. Usaha yang haram juga memiliki implikasi buruk dan bahaya terhadap pelakunya. Di antaranya adalah:
1. Usaha yang haram mengotori hati dan membuat malas anggota tubuh dalam berbuat ketaatan serta hilangnya barakah rezeki dan umur. Usaha yang haram adalah kemaksiatan dan perbuatan dosa yang memiliki implikasi buruk sangat banyak sekali, di antaranya membuat hati kotor dan gelap. Ibnul-Qayyim menegaskan: “Di antara implikasi buruk kemaksiatan adalah kegelapan yang didapatkan di hatinya, yang dapat ia rasakan sebagaimana merasakan kegelapan malam yang gelap gulita, sehingga gelapnya kemaksiatan di kalbu seperti kegelapan di matanya. Sebab, ketaatan adalah cahaya dan kemaksiatan adalah kegelapan. Semakin tebal kegelapan, maka keguncangannya pun akan semakin bertambah hingga terjerumus dalam kebid`ahan dan kesesatan serta perkara yang membinasakan tanpa ia sadari, seperti orang buta keluar di kegelapan malam berjalan sendiri. Kegelapan ini semakin kuat hingga nampak di mata kemudian menguat hingga nampak terlihat di wajah dan menjadikan warna hitam di wajah hingga semua orang dapat melihatnya”.
Ibnu Abbâs  menyatakan: “Sesungguhnya kebaikan memberikan cahaya di kalbu dan sinar di wajah, kekuatan di badan, tambahan dalam rezeki serta kecintaan di hati para makhluk. Kejelekan (dosa) memberikan warna hitam di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di badan, kekurangan dalam rezeki dan kebencian di hati para makhluk”.
Demikian juga usaha yang haram ini menghilangkan barakah rezeki dan umur pelakunya.

SM3-2
2. Usaha yang haram tentunya akan menghasilkan harta dan makanan yang haram juga, sehingga pelakunya akan tumbuh dari makanan yang haram. Bila demikian, maka neraka lebih pantas baginya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah dalam sabda beliau:
إِنَّهُ لاَ يَرْبُوْ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Sesungguhnya tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.
3. Usaha yang haram mengakibatkan kemurkaan Allah serta memasukkan pelakunya ke dalam neraka. Hal ini dijelaskan Rasulullah dalam hadits Abu Umâmah al-Hâritsi bahwa Rasulullah  bersabda :
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ . فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ ».
Siapa yang mengambil hak seorang Muslim dengan sumpahnya, maka Allah masukkan ke dalam neraka dan mengharamkannya surga. Seorang bertanya kepada beliau: “Walaupun hanya sesuatu yang remeh wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Walaupun hanya sepotong kayu siwak”.
Juga dalam sabda beliau صلى الله عليه وسلم  :
إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُوْنَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya banyak orang beraktifitas pada harta Allah dengan tidak benar maka mereka berhak mendapatkan neraka di hari kiamat
Inipun dipertegas dengan sabda beliau صلى الله عليه وسلم  :
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِالْحَرَامِ
Tidak akan masuk surga tubuh yang diberi makan dengan yang haram.

SM3-3
4. Usaha yang haram dapat mengakibatkan tidak diterimanya doa dan amal shalih pelakunya, karena makanan dan minuman yang didapatkan dari usaha haram adalah haram dan makanan haram dapat mengakibatkan doa dan amal shalihnya tidak diterima, sebagaimana dijelaskan Rasulullah صلى الله عليه وسلم  dalam sabdanya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيْمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan Allah memerintahkan kepada orang-orang Mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya,”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs al-Mukminûn/23:51). Dan Ia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”, (Qs al-Baqarah/2:172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut lagi berdebu, ia mengulurkan kedua tangannya ke arah langit sambil berdo’a: Ya Rabb, Ya Rabb, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram. Maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!”.
Ibnu Rajab berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amalan tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan makan makanan yang halal. Sedangkan makan makanan yang haram dapat merusak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima”.

SM 3-4

Demikian juga Prof. DR. `Abdurrazâq bin `Abdulmuhsin al ‘Abbâd hafizhahullâh menjelaskan hadits ini dengan menyatakan:’Rasulullah صلى الله عليه وسلم memulai hadits ini dengan isyarat akan bahayanya makan barang haram dan hal itu termasuk pencegah dikabulkannya do’a. Difahami darinya bahwa memperbagus makanan (memakan makanan halal) menjadi salah satu sebab dikabulkannya do’a, sebagaimana dikatakan Wahb bin Munabbih: ‘Siapa yang ingin dikabulkan do’anya oleh Allah, hendaklah memperbagus makanannya’.  Ketika Sa’d bin Abi Waqqâsh ditanya tentang sebab dikabulkan do’a para sahabat Rasulullah; beliau berkata, “Aku tidak mengangkat sesuap makanan pun ke mulutku kecuali aku mengetahui dari mana datangnya dan dari mana ia keluar”.’.
Jika kita heran dan bertanya-tanya, ”Mengapa bencana menimpa kita, kemakmuran sulit dicapai, ketenangan hidup dan kemenangan tak juga diraih? Mengapa do’a-do’a kita tidak terkabulkan? Kemungkinan jawabannya adalah kelalaian kita dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder yang baik dan ketidak pedulian kita tentang masalah halal dan haramnya. Hal ini telah disinyalir oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم  dalam hadits di atas dan juga para Ulama, di antaranya:
Yusuf bin Asbâth yang berkata, ”Telah sampai kepada kami bahwa do’a seorang hamba ditahan naik ke langit lantaran buruknya makanan (makanannya tidak halal)”5.
Wajar saja bila Khalifah ‘Umar bin al-Khaththâb (walaupun masih banyak sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم  ) memukul orang dengan dirrah, lalu berkata, ”Janganlah berdagang di pasar kami kecuali orang faqîh, (mengerti tentang jual beli), jika tidak maka dia makan riba”.

SM3-5

Demikian juga Khalifah Ali bin Abi Thâlib z pernah berkata, ”Siapa yang berdagang sebelum mengerti fiqih, maka ia akan tercebur ke dalam riba, kemudian tercebur lagi dan kemudian akan tercebur lagi” artinya terjerumus ke dalamnya dan kebingungan.8
Ini di zaman Umar dan Ali yang masih banyak para Ulama. Bagaimana di zaman kita sekarang yang sudah beraneka ragam corak dan bentuk perdagangan dan sedikitnya para Ulama ?!!!
Tidak diragukan lagi bahwa makanan dan usaha yang halal menuntut setiap manusia agar sadar dan mengetahui dengan baik setiap muamalah yang dilakukannya, mana yang haram dan mana yang halal serta yang syubhat (tidak jelas).

SM 4-1
#Kiat menghindari usaha yang haram#
Dari keterangan penjelasan yang lalu di dapat disimpulkan bahwa seorang tidak mungkin terhindar dari usaha haram kecuali kembali merujuk kepada agama Islam dengan benar. Hal ini dapat kita rinci dalam kiat-kiat berikut ini:
1. Belajar tauhid dan mengenal Allah sampai tertanam kokoh di kalbu kita. Hal ini akan nampak dengan munculnya rasa takut dan malu kepada Allah serta keyakinan yang kuat hanya Allah sajalah yang memberikan rezeki kepada kita. Hal-hal ini merupakan benteng yang kuat dalam menjaga kita dari usaha yang haram.
Belajar hukum-hukum Islam seputar usaha yang kita lakukan dengan cara menelitinya dengan merujuk kepada al-Qur’ân dan Sunnah bila mampu, bila tidak bisa dengan bertanya kepada para Ulama di bidang tersebut.
Melatih diri untuk memiliki sifat qanâ’ah (menerima) dan zuhud dengan berlatih mengamalkan seluruh tuntunan syari’at yang telah dijelaskan dan dicontohkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para Sahabatnya.

SM 4-2

2. Belajar hukum-hukum Islam seputar usaha yang kita lakukan dengan cara menelitinya dengan merujuk kepada al-Qur’ân dan Sunnah bila mampu, bila tidak bisa dengan bertanya kepada para Ulama di bidang tersebut.
3. Melatih diri untuk memiliki sifat qanâ’ah (menerima) dan zuhud dengan berlatih mengamalkan seluruh tuntunan syari’at yang telah dijelaskan dan dicontohkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم  dan para Sahabatnya.
4. Mengerti dan mengetahui kedudukan dunia yang fana dan meyakini serta mengingat selalu negeri akhirat yang penuh nikmat yang harus kita raih dalam perjuangan mengarungi dunia ini agar sampai ke negeri tersebut. Dunia ini akan hancur dan meninggalkan kita atau kita yang meninggalkan dunia ini untuk kemudian dihisab dihari kiamat nanti.
5. Selalu ingat akan bahaya dan implikasi buruk dari usaha yang haram tersebut di dunia dan di akherat.
6. Selalu berdoa kepada Allah agar diberikan harta yang halal dan dimudahkan usaha yang halal.
Mudah-mudahan dengan bertawakkal kepada Allah dan memohon terus kepada-Nya, kita semua dikaruniai usaha yang halal dan dijauhi dari usaha yang haram.
Semoga bermanfaat. Wabillâhit Taufîq.