Monday, February 25, 2013

Antara Al-Qur'an dan Musik

*fb Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal*
http://www.facebook.com/pentingnya.syari/posts/507569222619536

Antara aku dan dia...
Al-Qur'an dan musik...

Sebagian kaum muslimin menganggap bahwa musik adalah sebuah sarana untuk berda'wah di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Benarkah ucapan tersebut?

Mari kita bahas satu persatu syubhat tersebut.

1. Jika mereka menganggap bahwa musik dan alat-alat musik adalah sebuah sarana untuk berda'wah lalu bagaimana kedudukan hadits tentang pengharaman musik dan alat-alat musik?

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam bersabda,
"Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera, khamar (minuman keras), dan alat-alat musik."
(HR. Al-Bukhari, Fat-hul Baari, X/51, no. 5590, Ibnu Hibbaan, no. 6719, al-Baihaqi, X/221, dan Abu Dawud, no. 4039)

Hadits di atas menunjukkan bahwa hukum asal musik dan alat-alat musik adalah haram, karena Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam katakan :

"Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang MENGHALALKAN kemaluan (zina), sutera, khamar (minuman keras), dan alat-alat musik."

Berarti hukum asal musik dan alat-alat musik, adalah?

Haram.

2. Kemudian, anggaplah jika musik-musik Islami itu adalah sebuah sarana berda'wah lalu mengapa tidak dilakukan di tempat yang paling mulia untuk berda'wah semisal di masjid bernyanyi-nyanyi dan berjoget layaknya seperti tarian kaum Sufi?

3. Tidak ada khilaf (perbedaan) di antara para ulama tentang haramnya musik dan alat-alat musik baik berdasarkan nash dari Kitabullah dan Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan juga ijma' para ulama kaum muslimin tentangnya.
Maka sebagai orang yang sehat akal dan agamanya tentu ia lebih memilih firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sebagai landasan untuk beribadah kepada-Nya karena dengannya ia akan mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Renungan :
Saudaraku yang saya cintai karena Allah. Demi Allah saya sangat mencintai kalian dan takut kalian tersesat karena mengikuti hawa nafsu, oleh karenanya kewajiban saya ialah saling tolong-menolong dan nasihat menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan.

Tidak jarang di antara kita yang sedih atau bahkan sampai menangis ketika mendengarkan musik...

Lalu pernahkah kita menangis dan memikirkan serta merenung tentang kebesaran ciptaan Allah 'Azza wa Jalla ketika ayat suci al-Qur'anul Karim dibacakan kepada kita?

Sementara Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut Nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal."
(QS. Al-Anfal [8] : 2)

Hampir setiap jam, menit, detik atau bahkan setiap nafas kita selalu bernyanyi-nyanyi...

Lalu pernahkah kita membaca serta mentadaburi al-Qur'anul Karim?

Sementara Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar dan mengajarkan al-Qur'an."
(HR. Al-Bukhari, no. 5027, Abu Dawud, no. 1452, At-Tirmidzi, no. 2909, dan Ibnu Majah, no. 211)

Berkata jujurlah wahai saudaraku yang saya muliakan karena Allah Ta'ala. Berapa ratusan atau bahkan ribuan lagu yang telah kita hafalkan?

Bandingkan dengan jumlah ayat dan surat al-Qur'anul Karim yang telah kita hafalkan?

Sebandingkah ia?

Sementara Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Lebih baik dada seseorang dipenuhi nanah hingga menyesakkan paru-parunya daripada dipenuhi sya'ir-sya'ir (musik)."
(HR. Al-Bukhari, no. 6155, dan Muslim, no. 2257)

Nasihat :
Saudaraku yang saya cintai karena Allah Ta'ala.
Demi Allah saya berkata seperti ini bukan berarti saya tidak pernah berbuat dosa, bukan berarti pula saya orang yang lebih alim dari kalian...

Tidak, namun saya katakan seperti ini karena saya mencintai dan menyayangi kalian. Karena kalian adalah saudara saya sebagaimana saya adalah saudara kalian semua yang tidak menginginkan kesesatan terdapat pada diri saudaranya.

Terakhir, mari simak dan renungkan perkataan ulama kita yang shalih dari kalangan tabi'in.

Al-Imam Hasan Al Bashri rahimahullaahu ta'ala berkata,
"Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna (tidak pernah berbuat dosa dan maksiat), niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat."
(Mawai'zh lilImam, Al-Hasan Al-Bashri, hal.185)

Demi Allah membaca dan mentadaburi al-Qur'an jauh lebih baik dari sekedar mendengarkan dan memainkan alat-alat musik.

Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallaahu ta'ala 'anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Bacalah al-Qur'an, sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa'at kepada para pembacanya. Bacalah dua bunga, yaitu surat al-Baqarah dan Ali 'Imran, karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seperti dua naungan atau keduanya seperti kelompok burung yang membentangkan sayapnya untuk membela pembacanya. Bacalah surat al-Baqarah, karena mengambilnya (membacanya) adalah kebaikan dan meninggalkannya adalah kerugian, dan juga tukang-tukang sihir tidak mampu menghadapi (mengalahkannya)."
(HR. Muslim, no. 804)

Gunakan waktu sehat dan waktu luang kalian dengan sebaik-baiknya sebelum dua waktu tersebut akan diganti dengan yang lebih buruk.

Dari 'Abdullah bin 'Abbas radhiyallaahu ta'ala 'anhuma, ia berkata,
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang."
(HR. Al-Bukhari dalam Shahiih-nya, kitabur Riqaq, no. 6412, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Zuhud, no. 2304, Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Zuhud, no. 4170, Ahmad, I/258, 344, ad-Darimi, II/297, dan al-Hakim, IV/306)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Manfaatkanlah lima (keadaan dengan baik dan benar) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) :
1. Hidupmu sebelum matimu.
2. Sehatmu sebelum sakitmu.
3. Waktu luangmu sebelum waktu sempitmu.
4. Masa mudamu sebelum masa tuamu.
5. Dan kayamu sebelum miskinmu."
(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, IV/341)

"Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang empat hal :
1. Tentang umurnya, untuk apa ia habiskan.
2. Tentang ilmunya, untuk apa ia pergunakan.
3. Tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan.
4. Serta tentang badannya, untuk apa ia gunakan."
(HR. at-Tirmidzi, no. 2417, ad-Daarimi, no. 537, dan Abu Ya'la, no. 7434, Ash-Shahiihah, no. 946)

Wallaahul Muwaffiq.

Saturday, February 23, 2013

Kirim Pahala Pada Mayit

*fb Muhammad Abduh Tuasikal*

Kirim Pahala pada Mayit

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Sebagian mengatakan bahwa kirim pahala bacaan Al Qur’an itu bermanfaat bagi mayit, maka akhirnya dibuatlah ritual selamatan. Sebagian lagi mengatakan bahwa bacaan seperti itu tidak bermanfaat, tidak sampai pada mayit karena ini adalah perkara ghoib dan masuk dalam perkara ibadah sehingga harus butuh dalil untuk menunjukkan sampainya. Tulisan Rumaysho.com kali ini akan mengupas permasalahan kirim pahala pada mayit dan mana saja yang bermanfaat untuk maksud tersebut.

Perselisihan Ulama dalam Masalah Kirim Pahala

Para ulama berselisih pendapat mengenai boleh atau tidaknya kirim pahala pada mayit, apakah sampai ataukah tidak. Ada dua pendapat dalam masalah ini.

Pendapat pertama: Setiap amalan sholih yang dihadiahkan untuk mayit, maka pahalanya akan sampai. Contohnya: Kirim pahala bacaan Al Qur’an, puasa, shalat dan ibadah lainnya.

Pendapat kedua: Setiap amalan sholih yang dihadiahkan untuk mayit itu sampai, namun yang hanya berdasarkan dalil.[1] Pendapat kedua ini menjadi pendapat ulama Syafi’iyah.

Pendapat kedua, itulah yang lebih tepat. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).

Begitu pula dalil lain yang mendukung adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631).

Amalan yang Sampai pada Mayit

Berikut rincian beberapa amalan yang ada dalil menunjukkan manfaatnya amalan tersebut:

1- Haji dan Umrah

Yang membicarakan tentang sampainya pahala haji dan umrah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

أَمَرَتِ امْرَأَةُ سِنَانَ بْنِ سَلَمَةَ الْجُهَنِىِّ أَنْ يَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ أُمَّهَا مَاتَتْ وَلَمْ تَحُجَّ أَفَيُجْزِئُ عَنْ أُمِّهَا أَنْ تَحُجَّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّهَا دَيْنٌ فَقَضَتْهُ عَنْهَا أَلَمْ يَكُنْ يُجْزِئُ عَنْهَا فَلْتَحُجَّ عَنْ أُمِّهَا ».

Istri Sinan bin Salamah Al Juhaniy meminta bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ibunya yang meninggal dunia dan belum sempat menunaikan haji. Ia tanyakan apakah boleh ia menghajikan ibunya. “Iya, boleh. Seandainya ibunya punya utang, lalu ia lunasi utang tersebut, bukankah itu bermanfaat bagi ibunya?! Maka silakan ia hajikan ibunya”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. An Nasai no. 2634, Ahmad 1: 217 dari hadits Abu At Tiyah, Ibnu Khuzaimah 3034, Sunan An Nasai Al Kubro 3613. Sanad hadits ini shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).

Dalam riwayat lain,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَبِيهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ قَالَ « حُجِّى عَنْ أَبِيكِ ».

Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya seorang wanita pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ayahnya yang meninggal dunia dan belum berhaji, maka beliau bersabda, “Hajikanlah ayahmu.” (HR. Bukhari 1513 dan Muslim 1334, lafazhnya adalah dari An Nasai dalam sunannya no. 2635).

Begitu pula boleh mengumrohkan orang yang tidak mampu,

عَنْ أَبِى رَزِينٍ الْعُقَيْلِىِّ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ لاَ يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلاَ الْعُمْرَةَ وَالظَّعْنَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ ».

Dari Abu Rozin Al ‘Uqoili, ia berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku sudah tua renta dan tidak mampu berhaji dan berumrah, serta tidak mampu melakukan perjalanan jauh.” Beliau bersabda, “Hajikan ayahmu dan berumrahlah untuknya pula.” (HR. An Nasai no. 2638, sanadnya shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).

Yang membadalkan haji atau umrah diharuskan telah melakukan ibadah tersebut terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ

“Mulailah dari dirimu sendiri.” (HR. Muslim no. 997).

Juga didukung oleh hadits,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ شُبْرُمَةُ ». قَالَ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « هَلْ حَجَجْتَ قَطُّ ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاجْعَلْ هَذِهِ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ احْجُجْ عَنْ شُبْرُمَةَ ».

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berucap ‘labbaik ‘an Syubrumah’ (aku memenuhi panggilan-Mu -Ya Allah- atas nama Syubrumah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa Syubrumah?” “Ia adalah kerabat dekatku”, jawab orang tersebut. “Apakah engkau sudah pernah berhaji sekali sebelumnya?”, tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia jawab, “Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatinya, “Jadikan hajimu ini untuk dirimu, nanti engkau berhaji lagi untuk Syubrumah.” (HR. Ibnu Majah no. 2903, Abu Daud 1811, Ibnu Khuzaimah 3039, Ibnu Hibban 962. Sanad hadits ini dho’if, Ibnu Abi ‘Urubah adalah perowi ‘an-‘anah. Sedangkan Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).

2- Qodho’ puasa wajib

Dalam hadits ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya.” (HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147) Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah ahli waris (Lihat Tawdhihul Ahkam, 3: 525).

3- Utang (qodho’) nadzar

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,

إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ

“Sesungguhnya ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,

اقْضِهِ عَنْهَا

“Tunaikanlah nadzar ibumu.” (HR. Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638)

4- Sedekah atas nama mayit

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ - رضى الله عنه - تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756).

Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.

5- Amalan sholih dari anak yang sholih

Segala amalan sholih yang dilakukan oleh anak yang sholih akan bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39). Di antara yang diusahakan oleh manusia adalah anak yang sholih.

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.

6- Do’a untuk mayit

Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfaat bagi si mayit, baik dari anaknya, orang yang melakukan shalat jenazah untuknya, dan kaum muslimin secara umum. Dalilnya adalah keumuman firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".” (QS. Al Hasyr: 10). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.

Begitu pula sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”.” (HR. Muslim no. 2733, dari Ummu Ad Darda’). Do’a kepada saudara kita yang sudah meninggal dunia adalah di antara do’a kepada orang yang di kala ia tidak mengetahuinya.

7- Do’a anak yang sholih, sedekah jariyah dan ilmu yang diambil manfaatnya

Dalam hadits disebutkan,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631).

Pembahasan selengkapnya sudah dibahas di Rumaysho.com dalam artikel Amalan yang Bermanfaat bagi Mayit.

Renungan bagi Syafi’iyah

Salah seorang ulama Syafi’i, Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai firman Allah Ta’ala,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”,

ومن هذه الآية استنبط الشافعي ومن تبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى ؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم ، ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء ، ولم ينقل عن أحد من الصحابة رضي الله عنهم ، ولو كان خيراً لسبقونا إليه وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء ، فأما الدعاء والصدقة ، فذاك مجمع على وصولها ومنصوصٌ من الشارع عليها

Dari ayat ini Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa bacaan Qur’an tidak sampai pahalanya pada mayit karena bacaan tersebut bukan amalan si mayit dan bukan usahanya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganjurkan umatnya dan tidak memotivasi mereka untuk melakukan hal tersebut. Tidak ada nash (dalil) dan tidak ada bukti otentik yang memuat anjuran tersebut. Begitu pula tidak ada seorang sahabat Nabi -radhiyallahu ‘anhum- pun yang menukilkan ajaran tersebut pada kita. Law kaana khoiron la-sabaquna ilaih (Jika amalan tersebut baik, tentu para sahabat lebih dahulu melakukannya). Dalam masalah ibadah (qurobat) hanya terbatas pada dalil, tidak bisa dipakai analogi dan qiyas. Adapun amalan do’a dan sedekah, maka para ulama sepakat akan sampainya (bermanfaatnya) amalan tersebut dan didukung pula dengan dalil (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 13: 279).



Selengkapnya di Rumaysho.com:
http://rumaysho.com/belajar-islam/jalan-kebenaran/4254-kirim-pahala-pada-mayit.html

Membongkar Paham2 Menyimpang Dari Islam

*fb Orcela Puspita*
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=4607259461997&set=a.1653325175486.2085068.1307751853&type=1




MEMBONGKAR PAHAM-PAHAM MENYIMPANG DARI ISLAM


Oleh : Al-Ustadz Agus Hasan Bashori Lc, M.Ag.

(disampaikan dalam kajian bulanan di Masjid Jami’ al-Sofwa Lenteng Agung Barat Jakarta, Ahad 12 Jakarta 2011)

الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و بعد :
(( افترقت اليهود على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى على إحدى أو اثنتين وسبعين فرقة ، وتفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة))
رواه أبو داود (4596) عن أبي هريرة ، وصححه شيخنا الألباني في صحيح أبي داود(3842 .
rوصح عنه تعيين هذه الطائفة تعييناً لا يدع مجالاً للبس ، بقوله لما سئل عنها : (( هي ما أنا عليه وأصحابي )) [أخرجه الطبراني في المعجم الصغير (724)عن أنس بن مالك ، وصححه لغيره شيخنا الألباني في الصحيحة (204)] .
وقال العلامة الألباني:( فقد تبين بوضوح أن الحديث ثابت لا شك فيه, و لذلك تتابع العلماء خلفا عن سلف على الاحتجاج به حتى قال الحاكم في أول كتابه ” المستدرك ” : ” إنه حديث كبير في الأصول ” و لا أعلم أحدا قد طعن فيه، إلا بعض من لا يعتد بتفرده و شذوذه،أمثال الكوثري

Kajian ini bisa juga diberi judul Membongkar Faham Dan Aliran-Aliran Sesat Di Indonesia. Saat ini aliran-aliran serta paham-paham sesat dan menyimpang sedang tumbuh subur dan berkembang di Indonesia. Belum selesai masalah satu aliran sudah aliran yang baru.Dalam tempo singkat, dari tahun 2001 hingga 2007 telah tercatat ada 250 aliran sesat, dan yang 50 muncul di Jawa Barat, menurut KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum NU (Nahdlatul Ulama, waktu itu) (info dari Acara Mata Rantai di ANTV pada pekan awal November 2007, pukul 23.00 WIB, seperti dikutip Majalah Qiblati, edisi 03 tahun III, Desember 2007/ Dzulqa’dah 1428H halaman 11).

A►Bahaya Aliran Sesat

Selain merusak akidah, memecah belah Agama, dan mengundang murka Allah di dunia dan akhirat, aliran-aliran ini merusak tatanan sosial, merusak hubungan keluarga, merusak persatuan umat, merusak cara berpikir masyarakat dan prilaku masyarakat. Bahkan ada yang membahayakan Negara.

Para ulama umumnya dan MUI khususnya telah banyak menghabiskan tenaga, waktu, pikiran, dan bahkan dana untuk meluruskan dan mengatasi masalah ini. Sehubungan dengan mudarat yang ditimbulkan aliran dan paham sesat ini, pemerintah umumnya, dan Presiden SBY khususnya telah menyatakan dukungannya terhadap fatwa-fatwa MUI dan menyatakan bahwa fatwa Agama hanya bisa dikeluarkan oleh MUI[1]. Karena itu, tanggung jawab MUI khususnya dan tanggung jawab para ulama dan dai umumnya semakin besar dalam masalah ini. Jika selama ini, MUI dan para ulama mengurusi dan mengeluarkan fatwa terhadap berbagai aliran sesat berdasarkan tanggung jawab sebagai ulama memelihara dan menjaga kesucian agama serta memelihara akidah umat, maka ke depan, MUI dan para ulama mengurusi aliran dan paham sesat juga menjadi tanggung jawab membangun bangsa dan menindaklanjuti harapan pemerintah.

Kepedulian pemerintah terhadap masalah Agama ini –yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya di dunia dan akhirat- harus disambut dengan sungguh-sungguh karena menyangkut pemeliharaan Agama. Diharapkan Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) di Kejaksaan yang sudah lama kurang aktif dapat diberdayakan bekerja sama dengan MUI dan Kepolisian. Dalam upaya meredam, membendung, dan mengantisipasi muncul dan berkembangnya aliran dan paham sesat, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan tentang kriterianya, indikasi awal yang mencurigakan dan langkah-langkah membendungnya.

B►Akar Aliran Sesat

Syekh Shaleh al-Fauzan menjelaskan[2] akar aliran sesat secara berurutan adalah

1• Qadariyyah (nufat)

―― Ingkat taqdir rukun iman ke-6 (berhadapan dengan Jabariyyah: hamba itu majbur dalam perbuatannya tanpa ada ikhtiyar)
―― Qadariyyah pecah menjadi banyak

2• Khawarij

―― Khuruj ‘ala ulil amri adalah agama
―― Takfir sahabat
―― Takfir pelaku dosa besar
―― Pelaku dosa besar kekal di neraka
―― Khawarij pecah menjadi banyak (Haruriyyah, Azariqah, Ibadhiyyah, Najdat, Shafaroyyah dll)

3• Syiah

―― Ali washi dan khalifah Rasulillah
―― Khulafa` rasyidin zhalim mengghashab khilafah
―― Ghuluw dalam imam ahlul bait hingga diberi hak tasyri’ dan menasakh hukum
―― Membangun kuburan imam dan melakukan thawaf serta nadzar dan istighatsah kepada yang dikubur disana
―― Meyakini mushhaf Usman ini qur`an yang muharraf
―― Pecah menjadi banyak (Zaidiyyah, Rafidhah, Ismailiyyah, Fathimiyyash, qaramithah dll)

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

4• Jahmiyyah[3]

―― Jahm ibn Shafwan, dari Ja’d, dari, Thaluth, dari Labid Ibn al-a’sham al-Yahudi)
―― Mengingkari nama dan sifat Allah, karena jika menetapkan maka itu syirik, berarti tuhan itu banyak (tajahhum dalam asma sifat).

فلا يلزم من تعدد الأسماء والصفات تعدد الآلهة ، ولهذا لما قال المشركون من قبل لما سمعوا النبي – صلى الله عليه وسلم – يقول : ( يا رحمن ، يا رحيم ) . قالوا : هذا يزعم أنه يعبد إلهًا واحدًا ، وهو يدعو آلهةً متعددةً ، فأنزل الله – سبحانه وتعالى – قوله : ( قُلِ ادْعُوا اللهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى ) . [ الإسراء : 110 .

―― Jabr dalam takdir
―― Irja` dalam iman
―― Ditambah: Khalqul qur`an

قال ابن القيم : ( جِيْمٌ وجِيْمٌ ثُمَّ جِيْمٌ مَعْهُمَا ... مَقْرُونَةً مَعْ أَحْرُفٍ بِوِزَانِ ... جَبْرٌ وإِرْجَاءٌ وَجِيْمُ تَجَهُّمٍ ... فَتَأَمَّلِ المجمُوعَ في الْمِيْزَانِ ... فَاحْكُمْ بِطالِعِها لِمَنْ حَصُلَتْ ... بخلاصِـهِ مِنْ رِبْقَةِ الإيمانِ.

Maka Syekh Fauzan berkata:

يعني : جمعوا بين " جبر " و " تجهُّم " و " إِرجاءٍ " ، ثلاث جيمات ، والجيم الرابعة جيم جهنم .

Kemudian muncul dari padanya Mu'tazilah, lalu Asy'ariyyah dan Maturidiyyah.

5• Mu'tazilah

―― Menetapkan nama Allah mengingkari sifat Allah
―― Pelaku dosa besar tidak mukmin tidak kafir

يا سبحان الله ! هل يعقل أن الإنسان لا يكون مؤمنًا ولا كافرًا !؟
والله - تعالى - يقول : ( هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ ) . ما قال : ومنكم من هو بالمنزلة بين المنزلتين . لكن هل هؤلاء يفقهون !؟

―― Pelaku dosa besar kekal di neraka

6• Asya'irah

―― Nisbat kepada imam Abul Hasan al-Asy'ari yang tadinya mu'tazilah, kemudian taubat mengikuti kepada sunnah
―― mengikuti jejak Abdullah ibn Said ibn Kullab (Kullabiyah) yaitu menetapkan 7 sifat saja dan menolak yang lain karena akal tidak menunjukkan kepadanya:

"العلم"، و "القدرة"، و "الإرادة"، و"الحياة"، و"السمع"، و"البصر"،و"الكلام -

―― Kemudian Imam abul Hasan dikaruniai hidayah oleh Allah untuk mengikuti Imam Ahmad Radhiallahu ‘Anhu (madzhab ahli hadits). Dia berkata (dalam al-Ibanah 'an Ushul al-Diyanah dan Maqalat al-Islamiyyin wakhtilaf al-Mushallin) bahwa dia mengikuti Imam Ahmad dan ahli hadits meskipun masih ada sisa mukhalafat[4]. Dia berkata:

( أنا أقول بما يقول به إمام أهلِ السنة والجماعة أحمد بن حنبل : إن الله استوى على العرش ، وإن له يدًا ، وإن له وجهًا )

―― Akan tetapi banyak pengikutnya masih mengikuti madzhab Kullabiyyah; madzhab awal imam Asy’ari yang sangat terkenal. Adapun setelah rujuknya imam Asy’ari ke ahlussunnah ahli hadits maka menisbatkan madzhab ini ke beliau adalah satu kezhaliman.

Oleh karena itu saya menulis buku: abul Hasan al-Asy’ari imam yang terzhalimi.


[ Lihat = http://qiblati.com/td-mediafiles/image/toko/pustaka-qiblati/buku-abulhasan.jpg - pen ]
―――― buku abulhasan
―――― Membongkar Paham paham Menyimpang dari Islam


هذه – تقريبًا – أصول الفرق على الترتيب :

أولاً :”القدرية ثم :”الشيعة “ثم:”الخوارج ” ثم : “الجهمية .

هذه أصول الفرق . وتفرقت بعدها فرق كثيرة لا يحصيها إلا الله ، وصنفت في هذا كتب ، منها :
• كتاب : ” الفَرْق بين الفِرَق ” للبغدادي .
• كتاب : ” المِلل والنِّحَل ” لمحمد بن عبد الكريم الشهرستاني .
• كتاب : ” الفِصَل في المِلل والنِّحَل ” لابن حزم .
• كتاب : ” مقالات الإسلاميين واختلاف المصلين ” لأبي الحسن الأشعري .

C►Kriteria Sesat

Dalam rangka upaya menangkal dan menghentikan aliran sesat serta menyadarkan para pengikutnya agar kembali ke jalan yang benar, maka para ulama menetapkan kriteria kapan seseorang atau faham atau kelompok disebut sesat keluar dari Firqah Najiyah menjadi Firqah Nariyyah. Antara lain:

Imam Syathibi[5]:

-إما أن تفارق أهل السنة في أصل كبير، كالقدر أو الإيمان أو الإمامة أو غيرها من الأصول الكبرى[6].

- أو تفارقهم في فروع كثيرة، بحيث تعد خارجة عن جادة السلف في تلك الفروع[7]

Imam Ibn Taimiyyah[8]:

- من وقع في إحدى البدع الكبرى الخمس فهو خارج عن دائرة أهل السنة والجماعة،

- من خالف الكتاب المستبين والسنة المستفيضة أو ما أجمع عليه سلف الأمة خلافا لا يعذر فيه فهذا يعامل بما يعامل به أهل البدع

- وكذلك من وقع في خطأ صغير لكنه والى وعادى عليه ( أي تحزب عليه ) فهذا أيضا يخرج عن دائرة أهل السنة والجماعة .

►►Majelis Ulama Indonesia

Adapun MUI Pusat maka menetapkan dan mengumumkan Pedoman Identifikasi Aliran Sesat pada tanggal 6 Nopember 2007.


[ Lihat = http://qiblati.com/wp-content/uploads/2011/06/mengawal_akidah_umat.jpg -pen]
―――― mengawal akidah umat 204x300
―――― Membongkar Paham paham Menyimpang dari Islam


Dalam pedoman ini dinyatakan: Suatu faham atau aliran dinyatakan sesat apabila memenuhi salah satu dan kriteria berikut[9]:

1•►Mengingkari salah satu rukun iman yang 6 (enam) yakni beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-Rasul-Nya, kepada hari Akhirat, kepada Qadla dan Qadar, dan rukun Islam yang 5 (lima) yakni mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji.
2•► Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i (Al-Qur`an dan as-Sunnah),
3•► Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran,
4•► Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran,
5•► Melakukan penafsiran Al-Quran yang tidak berdasarkan kaedah-kaedah tafsir,
6•► Mengingkari kedudukan Hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam,
7•► Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul,
8•► Mengingkari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai Nabi dan Rasul terakhir,
9•► Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardu tidak lima waktu,
10•► Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengakafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya[10].

Begitu jelasnya kriteria ini, namun masih ada saja yang berusaha memanfaatkan kebodohan masyarakat dengan mengaburkannya dan mengganti kriteria ini dengan kriteria yang justru malah sesat.

Misalnya ada yang mengatakan kepada masyarakat bahkan di forum ilmiah bahwa kriteria faham dan aliran sesat atau sempalan adalah faham atau aliran yang menyimpang dari ordo-ordo keagamaan yang ada di masyarakat.

Jika MUI menjadikan Islam (al-Qur`an dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) sebagai mainstream dan yang menyimpang disebut sesat, maka orang ini menjadikan tradisi keagamaan masyarakat sebagai ukuran sesat dan tidaknya. Oleh karena itu harus waspada dari orang yang jahil atau yang ingin merusak.

Di antara kriteria sesat yang sempat menggegerkan adalah :
▬ pengakuan menjadi nabi,
▬ menerima wahyu,
▬ dan kedatangan Malaikat Jibril.

▬▬ Lia Eden di Jakarta,
▬▬ Ahmad Mushaddeq di Bogor, Jawa Barat,
▬▬ dan seorang oknum kepala SD di Kabupaten Bungo, Jambi
▬▬▬ semuanya mengaku nabi.

Bahkan di awal September 2007, Madiun digegerkan dengan munculnya seorang “nabi” baru, Rusmiyati binti Sawabi Sastrawiharja (51), yang mengaku sebagai nabi, ratu adil, juru selamat dan wanita yang mendapat petunjuk dari langit.

Ahmad Moshaddeq dari Betawi (Jakarta) yang mengaku dirinya nabi dan mengganti Syahadat Rasul menjadi “wa asyhadu anna al-Masih al-maw’ud rasulullah”, dan aku bersaksi bahwa al-Masih yang dijanjikan adalah Rasul Allah. Pengikut nabi palsu itu diklaim sebanyak 41.000 orang di berbagai kota, terutama mahasiswa dan anak-anak muda. Padahal aliran itu baru mulai sejak 1999, dan mengaku nabi itu baru sejak 2006, secara sembunyi-sembunyi, kemudian pertengahan tahun 2007 secara terang-terangan.

Nabi palsu ini tidak mewajibkan shalat 5 waktu[11], hanya menyuruh shalat malam saja. Alasannya karena masih periode Makkah, jadi belum wajib shalat 5 waktu. Karuan saja orang yang tadinya ogah-ogahan shalat merasa mendapatkan tempat, bagai pucuk dicinta ulam tiba. Maka tak mengherankan, ketika Sang Nabi Palsu itu menyatakan taubat 9 November 2007, justru sebagian pengikutnya menyatakan tetap tidak mau bertaubat.


D►Pembela Faham Dan Aliran Sesat

Sudah menjadi sunnatullah, dan bagian dari fitnah, setiap ada kesesatan ada saja yang mengikuti dan membela. Dalam islam pembela kesesatan dosanya dengan pelaku kesesatan. Di Indonesia pendukung aliran-aliran sesat itu selalu ditengarahi sebagai orang yang berfaham liberalis dan pluralis[12].

Namun ada yang aneh, tidak semua aliran sesat mereka bela, yaitu aliran yang masih dianggap membawa semangat Islam atau yang mereka sebut kaum radikal seperti Khawarij dan NII. Akan tetapi jika aliran sesat itu tidak mengusung semangat islam seperti Ahmadiyyah, kaum sekularis dan Nabi Palsu Ahmad Mushadiq maka mereka membelanya. Dan lebih aneh lagi para pendukung (bukan pengikut) nabi palsu itu masih saja mendukung nabi palsu, untuk meneruskan “perjuangannya” sebagai nabi palsu walau Sang Nabi Palsu sendiri telah bertaubat.

Menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, Keanehan itu sampai kadang tak masuk akal. Misalnya, Abdul Moqsith Ghazali, dari UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta yang dikenal sebagai tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal) ketika berdialog dengan Ketua Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) Dr Anwar Ibrahim di Metro TV 29 November 2007 malam, Moqsith bilang mengakui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam nabi terakhir. Tetapi Moqsith menolak bila Ahmad Moshaddeq yang mengaku sebagai nabi baru lagi itu difatwakan oleh MUI sebagai sesat. Dan Moqsith menolak pula ketika hari itu Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan keputusan pelarangan terhadap Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq untuk wilayah DKI Jakarta. Sikap Moqsith Ghazali ini sangat tak masuk akal yang waras. Kecuali kalau memang dia tidak percaya bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam nabi terakhir; maka penolakannya terhadap Fatwa MUI dan keputusan pelarangan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu baru masuk akal, karena untuk membela keyakinan batilnya yang jelas-jelas melawan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah menegaskan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam penutup para nabi (QS. Al-Ahzab [33] : 40), tidak ada sama sekali nabi sesudahnya.


E►Indikasi Awal Aliran Sesat

Sebagai indikasi awal yang selayaknya menimbulkan kecurigaan terhadap satu paham atau pengajian bisa melalui tanda-tanda berikut :

▬ Pengajian dilaksanakan secara rahasia-rahasia, tertutup kepada selain jamaahnya. Sebagiannya melakukan pengajian tengah malam sampai subuh dan tempatnya pun sangat terisolir.

قال عمر بن عبد العزيز ( إذا رأيت قوما يتناجون في دينهم بشيء دون العامة فاعلم أنهم على تأسيس ضلالة )

▬ Gurunya tidak dikenal sebagai ahli Agama, tidak pernah menekuni ilmu agama, dan tidak dikenal sebagai orang yang rajin beribadah, tetapi tiba-tiba menjadi pengajar Agama.
▬ Adanya bai’at atau mitsaq untuk taat pada guru atau pimpinan pengajian. Bahkan, ada janji yang harus ditandatangani oleh anggota pengajian tersebut.
▬ Cara ibadah yang diajarkan aneh dan tidak lazim.
▬ Adanya tebusan dosa dengan sejumlah uang yang diserahkan kepada guru atau pimpinan jamaah. Kadang-kadang, pengajian sesat ini mengharuskan adanya sedekah lebih dahulu sebelum berkonsultasi dengannya.
▬ Adanya penyerahan sejumlah uang, seperti Rp 300.000, dan orang yang menyerahkannya pasti masuk sorga. Adanya sumbangan yang tidak lazim sebagaimana layaknya sumbangan sebuah pengajian. Misalnya, 10% atau 5% dari penghasilan harus diserahkan kepada guru atau pimpinan pengajian.
▬ Pengajiannya tidak mempunyai rujukan yang jelas, hanya penafsiran-penafsiran gurunya saja.
▬ Pengajiannya tidak memakai Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sumber ajaran hanya Al-Quran dengan penafsiran dan pemahaman guru yang ditetapkan oleh pengajian dan tidak boleh belajar kepada ustadz lain.

F►Faktor-faktor Menjadi Sesat dan menyuburkan faham dan aliran sesat

▬ Kelainan jiwa atau stress merupakan salah satu faktor yang membawa seseorang mengaku berhubungan dengan Jibril, Tuhan, makhluk dan alam gaib. Faktor materi telah membuat banyak orang sesat. Dengan berpura-pura bermaksud untuk memperbaiki keadaan serta memolesnya dengan bahasa Agama, seperti menawarkan pentingnya jihad dan pengorbanan material untuk merealisasikan cita-cita ideal, atau menawarkan kesembuhan, kesaktian, kekayaan dan keselamatan seorang bisa mendapat simpati dan dukungan dari orang yang memang merindukannya.
Semakin banyak yang tertarik dan mendukungnya, ia pun terus mengembangkan konsep-konsepnya. Setelah pendukungnya sampai mengkultuskannya, ia pun menklaim macam-macam, termasuk klaim mendapat wahyu dan bahkan klaim diangkat Tuhan menjadi nabi. Kelangkaan ulama panutan dan berwibawa yang benar-benar ahli Agama, pengamal Agama, dan pembela Agama merupakan faktor lain menyebabkan pikiran orang yang lemah iman menjadi liar.
▬ Intervensi dari luar pun tidak mustahil untuk untuk tujuan mendangkalkan akidah umat, mengaburkan ajaran Agama, dan memecah belah umat Islam. Seperti komunis tetap merupakan bahaya laten yang pada saat tertentu menyusup ke dalam masyarakat dengan baju agama. Demikian juga pihak-pihak yang tidak menginginkan Islam dan bangsa ini bersatu dan kuat.
▬ Kebodohan terhadap ajaran Islam adalah faktor dominan membuat orang bisa masuk dan mengikuti aliran sesat.
▬ Dari sisi lain, faktor ekonomi juga telah berhasil membuat orang berpindah agama, apalagi sekadar mengikuti paham yang menyimpang.
▬ Di antara yang menambah kesuburan tanah nusantara bagi pertumbuhan aliran sesat –menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz- adalah kondusifnya keadaan negeri ini ini bagi aliran sesat[13], terutama adalah karena sikap para pemimpin sudah diketahui secara umum bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten, tidak istiqomah, atau bahasa kasarnya plintat-plintut .

Mari kita ambil contoh:

1•► Para pemimpin di pemerintahan tampak tidak konsisten dalam menangani aliran sesat. Kenyataannya, aliran sesat Islam Jama’ah telah dilarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971, dan disebut, Islam Jama’ah dan dengan nama apapun yang serupa, dilarang di seluruh wilayah Indonesia. Namun kenyataannya, menurut penelitian Badan Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Departemen Agama, bahwa Islam Jama’ah itu kemudian berganti nama menjadi Lemkari, kemudian ganti nama lagi menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), namun justru berkembang dan dibiarkan saja oleh pemerintah. (Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII, terbitan LPPI Jaklarta). Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/beradjaran serupa. Menetapkan:

Pertama:
Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Pesantren Nasional ( JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia.

Kedua:
Melarang semua adjaran aliran- aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).

2•► Pembiaran itu bukan hanya terhadap aliran sesat yang sudah pernah dilarang. Aliran sesat yang sudah difatwakan sesatnya oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) bahkan fatwanya sudah sampai dua kali, seperti Ahmadiyah (difatwakan sesat menyesatkan oleh MUI sampai dua kali yaitu tahun 1980 dan tahun 2005), namun pihak pemerintah masih diam saja. Tidak ada larangan secara nasional, walau kasus bentrokan antara umat Islam dengan orang Ahmadiyah sudah terjadi berkali-kali dan di mana-mana. Sikap pemerintah yang diam saja[14] seperti ini mengakibatkan aneka keresahan bagi umat Islam, tetapi sebaliknya, merupakan angin baik bagi aliran-aliran sesat ataupun orang-orang yang ingin memunculkan aliran sesat.

Lambannya pemerintah dalam menangani aliran sesat itu, berakibat buruk lagi ketika justru berbalik mempersoalkan dampak. Misalnya, ketika sejumlah umat Islam mempersoalkan tempat-tempat ibadah orang Ahmadiyah di Kuningan Jawa Barat yang sudah disegel Pemda setempat kemudian ternyata tetap dipakai oleh orang Ahmadiyah, maka umat Islam beraksi, diantaranya mengakibatkan sebagian kaca bangunan dan sebagainya rusak. Bentrokan itu terjadi Selasa (18/12 2007) antara seribuan massa Gabungan Umat Islam Indonesia (GUII) dengan warga Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kuningan, Jawa Barat. Kampung Manis Lor memang merupakan basis pengikut aliran Ahmadiyah di kawasan Kuningan Jawa Barat. Jumlah mereka sampai ribuan orang.[15] Buru-buru orang-orang yang tak bertanggung jawab secara agama malah mempersoalkan keras tentang tindakan umat Islam yang hanya merupakan dampak kecil dari semangat mempertahankan Islam yang sudah diacak-acak oleh Ahmadiyah dengan nabi palsu mereka.[16]

Namun di sini (Indonesia), justru yang hanya merusak kaca dan hanya sebagai akibat mempertahankan Islam dari perusakan yang jelas dilakukan Ahmadiyah, malah yang bereaksi itu yang dipermasalahkan. Gus Dur –waktu masih hidup dulu- dengan anak buahnya pun mengerahkan pembelaan terhadap Ahmadiyah pengacak-acak Islam itu. Ini aneh. Dia dikenal sebagai tokoh Ormas Islam namun lebih rela mengerahkan wadyabala untuk menegakkan kekafiran dan melawan Islam.

Maka MUI (Majelis Ulama Indonesia) pun bertandang ke Kejaksaan Agung, Jum’at (28/12 2007), dengan membawa fatwa tentang sesatnya Ahmadiyah dan bukti-buktinya, bahkan bukti secara internasional.

Sementara itu pihak Kejaksaan Agung berjanji akan menentukan sikap tentang status Ahmadiyah pada Januari 2008, setelah sebelumnya Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan Nabi Palsu Ahmad Moshaddeq dilarang secara nasional di seluruh Indonesia oleh Pakem (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Kejaksaan Agung 11 November 2007.Pelarangan itu menyusul keputusan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan DIY (Yogyakarta) yang sebelumnya juga telah mengeluarkan pelarangan. Al-Qiyadah resmi dinyatakan sesat karena mengaku Islam tapi tidak mengakui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul terakhir. (Republika, Ahad 30 Desember 2007, halaman B12/ B1).

Pelarangan itu di antaranya setelah keluarnya Fatwa MUI 3 Oktober 2007 tentang sesatnya Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin Ahmad Moshaddeq yang mengaku dirinya nabi. Dalam jangka sebulan setelah keluarnya fatwa MUI, ternyata sudah ada larangan-larangan secara local maupun kemudian secara nasional terhadap Al-Qiyadah. Ini membuktikan, sebenarnya penguasa itu bisa dan mampu melarang aliran sesat yang sudah difatwakan oleh MUI.

Namun anehnya, sejumlah aliran yang telah difatwakan sesat oleh MUI, bahkan fatwanya itu bukan hanya oleh MUI Pusat secara dalam acara Munasnya atau bahkan Musyawarah Ulama Nasional, atau bahkan seperti Ahmadiyah itu difatwakan sesatnya oleh MUI sudah dua kali, tahun 1980 dan 2005, namun pihak pemerintah ataupun penguasa masih mendenges saja dalam arti belum juga mengeluarkan larangan. Bahkan ada yang lebih ironis lagi, aliran sesat yang sudah dilarang yaitu Islam Jama’ah kemudian dipelihara dan dipersilakan ganti-ganti baju atau ganti nama. Maka keluar pula rekomendasi MUI. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat.

3•► “Hal-hal yang dipelihara” itu bukan hanya aliran sesat, tetapi ada juga yang lain-lain. Di antaranya perjudian, pelacuran, pornografi dan semacamnya. Sebenarnya pemerintah atau penguasa kalau mau memberantasnya, hal-hal itu, sampai aliran-aliran sesat pun bisa diberantas. Sedangkan PKI yang jelas-jelas merupakan partai yang besar, termasuk 4 besar dalam pemilu pertama 1955 pun bisa diberantas sejak 1966, apalagi yang hanya aliran sesat, perjudian, pelacuran, pornografi dan sebagainya.

Tetapi masalahnya,
▬▬►kalau itu semua diberantas, lantas apa yang jadi bahan “mendiamkan” umat Islam bila ada gesekan antara penguasa ataupun pemerintah dengan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk ini?

Ketika aliran sesat, pelacuran, perjudian, dan pornografi itu dipelihara, kan nantinya ketika mau merayu umat Islam, apalagi kalau ada gesekan, untuk dijinakkannya umat Islam ini kan sangat mudah bila dengan pura-pura menggebug aliran sesat, menggebug perjudian, pelacuran, pornografi dan semacamnya. Umat Islam secara serempak mendukung pemerintah atau penguasa, dan tercapailah apa yang dimaksud oleh penguasa dan pemerintah, tanpa menghabiskan energi, bagai memberi permen kepada anak kecil sudah cukup.

4•► Sebagian tokoh Islam justru memberi peluang kepada kesesatan. Kadang bahkan dukungan terhadap kesesatan itu secara organisatoris, sedang organisasinya cukup besar. Di saat Ahmadiyah difatwakan oleh MUI bahwa sesat menyesatkan, di luar Islam, dan pengikutnya itu murtad; maka sejumlah orang yang mengaku dirinya Muslim, bahkan tokoh, ternyata bangkit untuk membela Ahmadiyah, LDII, Sepilis (Sekulerisme, Pluralisme Agama, dan Liberalisme) dengan cara membantah fatwa MUI.

G► Daftar aliran sesat/sempalan di indonesia.

Berikut ini aliran sesat, 14 yang pertama adalah putusan Mui sejak 1971 hingga 2007, kemudian kita lengkapi dengan tulisan bapak Amin Djamaluddin ketua LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) yang juga anggota Komisi Pengkajian dan Pengembangan di MUI (Majelis Ulama Indonesia) hingga no. 25, selebihnya adalah dari sumber lain..

1• Syiah
Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut :
Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.

Perbedaan itu diantaranya:

▬ Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.
▬ Syi’ah memandang “Imam” itu ma ‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
▬ Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.
▬ Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan ummat.
▬ Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib).
▬ Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (Pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada ummat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.[17]

2• Ahmadiyyah Qadyaniyyah
Pendiri : Mirza Ghulam Ahmad
Aktif : Sejak 1889 di Pakistan, masuk Indonesia 1924.
Menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi.
Ditetapkan sebagai Jama’ah di luar Islam dalam Munas II 1980, Munas VII 2005

3• Islam Jamaah
Pendiri : Nur Hasan Ubaidah
Aktif : 1970-an
Dilarang pemerintah pada 1971
Aliran ini berubah nama menjadi Lemkari dan Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia (LDII) pada 1991
Menganggap musyrik umat di luar Islam Jamaah
Pakaian dan tubuh yang tersentuh umat lain harus disucikan.
Tidak mau shalat bersama umat di luar kelompok

4• Darul Arqam
Fatwa MUI tahun 1994 mendukung sepenuhnya Keputusan MUI Daerah Istimewa Aceh, MUI tingkat I Sumsel, MUI tingkat I Riau diperkuat dalam silaturrahim Nasional di Pekan Baru 1994 yang intinya Darul Arqam adalah ajaran yang menyimpang dari aqidah Islam.

5• Aliran Yang Menolak Sunnah/Hadits Rasul
Fatwa tahun 1983 menyatakan aliran ini adalah sesat dan menyesatkan dan berada di luar Agama Islam.

6• Jama’ah Khalifah Dan Baiat
Fatwa 1987 menyatakan bahwa di kalangan umat Islam ada keyakinan dan pemahaman agak menyimpang, seperti wajib hukumnya baiat kepada Imam Jamaah Muslimin Hizbullah.

7• Pendangkalan Agama Dan Penyalahguanaan Dalil
Fatwa tahun 1980, setiap usaha pendangkalan agama dan penyalahgunaan dalil-dalil adalah merusak kemurnian dan kemantapan hidup beragama. Oleh akrena itu MUI bertekad menanganinya secara serius dan terus menerus.

8• Malaikat Jibril Mendampingi Manusia
Fatwa tahun 1997 : MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
Doa Keyakinan atau akidah tentang malaikat, termasuk malaikat Jibril, baik mengenai sifat dan tugasnya harus didasarkan pada BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA 75 keterangan atau penjelasan dari wahyu (Al-Qur’an dan Hadis). Tidak ada satupun ayat maupun hadis yang menyatakan bahwa malaikat Jibril masih diberi tugas oleh Allah untuk menurunkan ajaran kepada umat manusia, baik ajaran baru atau ajaran yang bersifat penjelasan terhadap ajaran agama yang telah ada. Hal ini karena ajaran Allah telah sempurna. Pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi dan mendapat ajaran keagamaan dari malaiakt Jibril bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu, pengakuan itu dipandang sesat dan menyesatkan.

Menghimbau kepada :

Ibu Lia Aminudin (dan jama’ahnya), dan orang lain yang memiliki keyakinan serupa, yakni keyakinan bahwa dirinya mendapat ajaran agama dari malaikat Jibril, agar kembali dan mendalami ajaran Islam, terutama dalam bidang akidah, dengan memahami dan mempelajari al-Qur’an dan hadis kepada ulama, dan menurut kaidah-kaidah yang telah dirumuskan dan diakui kebenarannya oleh para ulama sebagai pedoman dalam mempelajari Al-Qur’an dan hadis.
Masyarakat umat Islam agar berhati-hati dan tidak mengikuti akidah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Majelis Ulama Indonesia bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada Ibu Lia Aminudin dan jama’ahnya, serta orang lain yang memiliki keyakinan serupa.
Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya[18].

9• Al-Qiyadah Al-Islamiyah
Pemimpin : Ahmad Mushaddeq
Aktif: Sejak 2001
Fatwa sesat MUI: 2007
Tidak menjalankan rukun Islam: salat sekali sehari hanya malam hari, tidak wajib puasa, zakat, haji
Menganggap musyrik orang di luar Al-Qiyadah
Punya rasul baru : Ahmad Mushaddeq bergelar Almasih Almaw’ud
Syahadat baru : Ashadu ala Illa Ha Ilallah, Wa asyhadu anna Almasih Almaw’ud Rasulullah

10• Shalawat Wahidiyyah
Fatwa MUI Kab. Tasikmalaya, Jabar 2007 menyatakan bahwa paham yang mengkultuskan secara berlebihan pendiri shalawat Wahidiyyah sehingga merusak aqidah[19]. “Hasil pembahasan serta kajian yang dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI
Kab. Tasikmalaya, menyatakan aliran atau paham Wahidiyah, adalah sesat
serta menyesatkan,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kab. Tasikmalaya,
K.H. Dudung Abd. Salam, kepada pers, Rabu (30/5), di kantor MUI
Tasikmalaya.

11• Tarekat Babur Ridha
Fatwa MUI Sumut 2007 menfatwakan sesatnya tarekat Babur Ridho pimpinan Hirzi Nuzlan yang mengaku menerima bisikan Jibril.

12• Lembaga a Soul Training
Fatwa MUI Sumut 2007 menilai sesat paham LST karena hanya menerima Al-Qur`an dan mencaci maki ulama sebagai penyebab kerusakan umat.

13• Tarekat Tajul Khalwatiyyah Wassamaniyyah
Fatwa MUI Manggarai NTT 2007 menilai tarekat ini sesat menyesatkan karena menyimpang dari Al-Quran dan sunnah seperti umur bisa dipanjangkan oleh tuan guru, yang tidak ikut kelompok mereka kafir dan teman setan, malaikat tidak mampu mencabut nyawa mereka.

14• Pengajian Al-Haq
Fatwa MUI Pematang Siantar mengelompkkan pengajian ini ke dalam golongan inkar sunnah Rasul.

15• Ajaran Teguh Esa
16• Aliran Pembaru Isa Bugis
17• Gerakan Lembaga Kerasulan
18• Tarekat Naqsyabandiyyah Prof Kadirun Yahya
19• Salamullah (Komunitas Lia Eden)


[ Lihat = http://qiblati.com/wp-content/uploads/2011/06/lia.jpg -pen ]
――――― lia
――――― Membongkar Paham paham Menyimpang dari Islam


Pemimpin : Lia Aminudin
Aktif: Sejak 1995
Fatwa sesat MUI: 1997
Lia mengaku bertemu Jibril, kemudian sebagai Bunda Maria, dan akhirnya sebagai Jibril
Mengangkat anaknya, Ahmad Mukti, sebagai Nabi Isa
Mempunyai kitab suci sendiri

20• NII Ma’had Zaetun
21• Ajaran Bijak Bestari
22• Ajaran Faham Bahai
23• Agama Millah ibrahim
24• Tarekat Naqsyabandi Haqqani
25• Sekularisme Pluralisme Dan Liberalisme
26• Jemaah Ngaji Lelaku
Pemimpin : Yusman Roy
Aktif: Sejak 2005
Fatwa sesat MUI: 2005
Shalat dalam dua bahasa

27• Negara Islam Indonesia
Fatwa sesat MUI: 2003
Mengganti shalat wajib dengan mencari anggota baru
Menghalalkan segala cara untuk bisa berinfak ke organisasi
Mengancam anggota yang mundur

28• Al-Quran Suci
Fatwa sesat MUI: belum ada
Tidak mengakui Hadis
Tidak melakukan kewajiban dalam rukun Islam
Memisahkan jemaah dari keluarganya

29• Ahmad Sayuti Sang Nabi Baru asal Bandung
30• Ahmad Mushaddeq
31• Jamaah An Nadzir
32• Islam-Sejati

Maraji’:
――――
Mengawal Aqidah Umat, Fatwa MUI Tentang Aliran-Aliran Sesat di Indonesia, Oleh MUI, terbitan Sekretaris MUI Jkt.
Majalah Mimbar Ulama, edisi 341 R. Awal 1429.
Bunga Rampai Kajian Islam, KH. Abdusshomad buchori (Ketua MUI Jatim), MUI Jatim, I/2009.
Kriteria Aliran Sesat dan Antisipasinya, Oleh DR.H. Ramli Abdul Wahid, MA (Ketua Komisi Dikbud dan Anggota Komisi Fatwa MUI Tk. I Sumut.)
Makalah Suburnya Aliran Sesat di Indonesia, Hartono Ahmad Jaiz
Nabi-Nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2008).
Capita Selekta; Aliran-aliran sempalan di Indonesia (1980-2010), M. Amin JDjamaluddin, LPPI, cet. 3. 2010.
The Wahid Institut, Edisi III/Thn. I/Oktober 2007.

http://www.mui.or.id/

Dll.

►► Daftar Aliran Sesat yang Dilarang di Aceh

Published on April 10, 2011 by Lovegayo • 2 Comments :: 684 Views

Banda Aceh : Inilah daftar sementara Aliran/Ajaran Sesat yang Dilarang di Aceh yang ditetapkan oleh Muspida Aceh bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Rabu (6/4) :
1• Ajaran Milata Abraham (Lokasi di Bireuen)
2• Darul Arqam (Banda Aceh)
3• Ajaran Kebatinan Abidin (Sabang)
4• Aliran Syiah (Aceh)
5• Ajaran Muhammad Ilyas bin M Yusuf (Aceh)
6• Tarikat Haji Ibrahim Bonjol (Aceh Tengah)
7• Kelompok Jamaah Qur’an Hadist (Aceh Utara)
8• Ajaran Ahmadyah Qadiyan (Aceh)
9• Pengajian Abdul Majid Abdullah (Aceh Timur)
10• Ajaran Ilman Lubis (Suak Lamatan, Kecamatan Teupah Sel, Simeulue
11• Tarikat Mufarridiyah (Aceh)
12• Ajaran Ahmad Arifin (Aceh Tenggara)
13• Ajaran Makrifatullah (Banda Aceh)
14• Pengajian Al’Quran dan Hadist (Kecamatan Simpang Ulim dan Madat, Aceh Timur)

Aliran Ajaran yang Diduga Sesat/Sempalan
1• Ajaran Salik Budha (Kecamatan Tangan-Tangan dan Kuala Bataee, Abdya
2• Ajaran Sukardi (Gampong Teungoh, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar)
3• Mukmin Mubalik (Banda Aceh dan Aceh Besar)
4• Dugaan Pendangkalan Aqidah (Kecamatan Simeulue Timur, Simeulue)

Sumber: Pemerintah Aceh dan Polda Aceh, aceh.tribunnews.com
Selain aliran yang bergerak di level nasional, lanjut Ihwan, masih banyak yang bergerak di tingkat lokal.

(http://majalah.tempointeraktif.com/



Footnote :

_______________

[1] http://paisolo.wordpress.com/2011/02/21/th-2007-sby-mendukung-fatwa-mui-sekarang/
[2] Dalam risalah Lamhah ‘Anil Firaq al-Dhallah.
[3] الوا لاقدرة للعبد أصلا، لامؤثرة ولا كاسبة، بل هو بمنزلة الجمادات. والجنة والنار تفنيان بعد دخول أهلهما، حتى لا يبقى موجود سوى الله.
[4] Seperti ucapannya : 

( إنه المعنى النفسي القائم بالذات، والقرآن حكاية – أو عبارة – عن كلام الله، لا أنه كلام الله)

[5] http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=4428
[6] قال: المسألة الخامسة : وذلك أن هذه الفرق إنما تصير فرقاً بخلافها للفرقة الناجية في معنىً كلي في الدين وقاعدة من قواعد الشريعة لا في جزئي من الجزئيات إذ الجزئي والفرع الشاذ لا ينشأ عنه مخالفة يقع بسببها التفرق شيعاً و إنما ينشأ التفرق عند وقوع المخالفة في الأمور الكلية لأن الكليات تقتضي عدداً من الجزئيات غير قليل و شأنها في الغالب أن لا يختص بمحل دون محل ولا باب دون باب ” انتهى

[7] ويجرى مجرى القاعدة الكلية كثرة الجزئيات فإن المبتدع إذا أكثر من إنشاء الفروع المخترعة عاد ذلك على كثير من الشريعة بالمعارضة كما تصير القاعدة الكلية معارضة ايضا

وقال الشيخ الألباني رحمه الله (.. المبتدع هو الذي من عادته الابتداع في الدين وليس الذي يَبتدع بدعة ولو كان هو فعلاً ليس عن اجتهاد وإنما عن هوى مع هذا لا يسمى مبتدعاً … فيشترط إذن في المبتدع شرطان : (1) أن لا يكون مجتهداً وإنما يكون متبعاً للهوى . (2) يكون ذلك من عادته ومن ديدنه) . سلسلة الهدى والنور رقم (785) الوجه الثاني .

[8] http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=4428
[9] Dimuat di majlah Mimbar Ulama, no. 341 R. Awal 1429, hal. 8.; buku Mengawal Aqidah Umat: Fatwa MUI tentang Aliran-Aliran Sesat di Indonesia, penerbit, Sekretariat MUI, Jkt, hal. 7-8.
[10] MPU Aceh merincinya menjadi 13 Kriteria: yaitu Mengingkari salah satu rukun Islam disendirikan dan ditambah dengan 2 kriteria lain yaitu:.

Melakukan pensyarahan terhadap hadis tidak berdasarkan kaidah ilmu mushthalah hadist.
Menghina dan melecehkan para sahabat nabi Muhammad saw.

[11] Kelompok NII (Negara Islam Indonesia) juga mendoktrin tidak adanya kewajiban shalat 5 waktu karena dianggap masih periode Makkah, belum periode Madinah, kata M Amin Djamaluddin.

[12] Baca misalnya makalah Telaah Kriti Kondisi Umat Islam Indonesia saat ini dalam buku Bunga Rampai Kajian Islam, KH. Abdusshomad Buchori, tepatnya hal. 75-77. Makalah itu disampaikan bersama saya dalam acara Rapat Kerja Wilayah (RAKERWIL) DMI se-Jatim 27 Agustus 2005 di Hotel Surya Indah Batu Malang; Monthly Report on Religious Issues yang dikeluarkkan oleh The Wahid Institut, Edisi III/Thn. I/Oktober 2007.

[13] Bisa jadi mereka memanfaatkan Jaminan hukum dan undang-undang : Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 (hasil amandemen) yang menyebutkan bahwa: 1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali;” 2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Hal ini masih diperkuat lagi oleh Pasal 29 yang berbunyi: 1) “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;” 2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”

[14] Akhirnya ada 4 Pemerintah Propinsi yang berani dengan tegas melarang aktifitas Ahmadiyyah di wilayah masing-masing: Jatim (H Soekarwo), Jabar (Ahmad Heryawan), Banten (Ratu Atut Chosiyah) dan Sumatera Barat (Irwan Prayitno).

[ Lihat = http://qiblati.com/wp-content/uploads/2011/06/surat.jpg -pen]
―――― surat 
―――― Membongkar Paham paham Menyimpang dari Islam

Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 188/94 KPTS/13/2011 tentang pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mencantumkan empat butir pelarangan, yakni:

1. Dilarang menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik;
2. Dilarang memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum;
3. Dilarang memasang papan nama di masjid, musala, lembaga pendidikan dengan identitas JAI; dan
4. Dilarang menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan segala bentuknya.

[15] Sabili, No 13, Th XV, 3 Muharram 1429H/ 10 Januari 2008M, halaman 22

[16] Mestinya hukuman bagi pengikut nabi palsu itu adalah diserang, bila disuruh taubat tidak mau, maka harus dibunuh. Itu jelas, dengan bukti Khalifah Abu Bakar Shiddiq mengerahkan 10.000 Muslimin untuk menyerang nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan pengikutnya. Hingga 10.000 pengikut nabi palsu itu mati dibunuh dalam keadaan murtad (dari jumlah 40 000 pengikut nabi palsu).

[17] Sumber :mui.or.id, Ditetapkan : Jakarta, 7 Maret 1984 M
[18] www.mui.or.id/index.php?option=com_docman&task=doc…28
[19] www.wahidinstitute.org/files/_docs/03.MonthlyReport-III.pdf

http://old.gensyiah.com/membongkar-paham-paham-menyimpang-dari-islam.html 
______

Sunday, February 3, 2013

Mahram

*fb Belajar Sholat Wajib Dan Sholat Sunnah Yang Khusyu*

KENALI...
Siapa Mahrammu & SIapa yang BUKAN Mahrammu ?


Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan (Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam al-Mughni 6/555). Sedangkan muhrim adalah orang yang sedang melakukan ihram dalam haji atau umrah.

Masalah mahram merupakan salah satu masalah yang penting dalam syari’at Islam. Karena masalah ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan hubungan mu’amalah diantara kaum muslimin, terutama bagi muslimah. Allah Ta’ala telah menetapkan masalah ini sebagai bentuk kasih sayang-Nya juga sebagai wujud dari kesempurnaan agama-Nya yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam.

Pembagian Mahram
Syaikh ‘Abdul ‘Adzim bin Badawi Al-Khalafi (lihat Al-Wajiiz) menyatakan bahwa, seorang wanita haram dinikahi karena tiga sebab, yaitu karena nasab (keturunan), persusuan, dan mushaharah (pernikahan). Oleh karena itu, mahram wanita juga terbagi menjadi tiga macam yaitu mahram karena nasab atau keluarga, persusuan dan pernikahan.

Mahram Karena Nasab
Mahram karena nasab adalah mahram yang berasal dari hubungan darah atau hubungan keluarga.

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nur ayat 31, yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka.”

Para ulama’ tafsir menjelaskan, “Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahram bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, adalah:

1. Ayah
Termasuk dalam kategori bapak yang merupakan mahram bagi wanita adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahram bagi wanita. Hal ini berdasarkan pada firman Allah Ta’ ala, yang artinya, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” (Qs. Al-Ahzab: 4)

2. Anak laki-laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahram berdasarkan pada keterangan di atas.

3. Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja.
Saudara laki-laki tiri yang merupakan anak kandung dari bapak saja atau dari ibu saja termasuk dalam kategori mahram bagi wanita.

4. Keponakan, baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka.
Kedudukan keponakan dari saudara kandung maupun saudara tiri sama halnya dengan kedudukan anak dari keturunan sendiri. (Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233)

5. Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.
Syaikh Abdul Karim Zaidan mengatakan dalam Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar’ah (3/159), “Tidak disebutkan bahwa paman termasuk mahram dalam ayat ini (QS. An-Nur: 31) karena kedudukan paman sama seperti kedudukan kedua orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq.” (Qs. Al-Baqarah: 133)
Sedangkan Isma’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub. Dan bahwasanya paman termasuk mahram adalah pendapat jumhur ulama’.

Mahram Karena Ar-Radha’
Ar-radha’ah atau persusuan adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu (al-Mufashol Fi Ahkamin Nisa’ 6/235).

Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah sebanyak lima kali persusuan, berdasar pada hadits dari `Aisyah radhiyallahu `anha, beliau berkata, “Termasuk yang di turunkan dalam Al Qur’an bahwa sepuluh kali persusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan.” (HR. Muslim 2/1075/1452)

Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama’ (Lihat Nailul Authar 6/749 dan Raudhah Nadiyah 2/175).

Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa terdapat dua syarat yang harus dipenuhi sebagai tanda berlakunya mahram ar-radha’ (persusuan) ini, yaitu:

Telah terjadinya proses penyusuan selama lima kali.
Penyusuan terjadi selama masa bayi menyusui yaitu dua tahun sejak kelahirannya. (Lihat Durus wa Fatawal Haramul Makki Syaikh Utsaimin, juz 3 hal. 20)
Hubungan mahram yang berasal dari persusuan telah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya tentang wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, yang artinya, “Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.” (Qs. An-Nisa’: 23)

Dan disebutkan juga oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu `anhu, ia berkata, “Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR. Bukhari 3/222/ 2645 dan Muslim 2/1068/ 1447)

Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa mahram bagi wanita dari sebab persusuan adalah seperti mahram dari nasab, yaitu:

1. Bapak persusuan (suami ibu susu).
Termasuk mahram juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka ke atas. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sesungguhnya Aflah saudara laki-laki Abi Qu’ais meminta izin untuk menemuiku setelah turun ayat hijab, maka saya berkata, “Demi Allah, saya tidak akan memberi izin kepadamu sebelum saya minta izin kepada Rasulullah, karena yang menyusuiku bukan saudara Abi Qu’ais, akan tetapi yang menyusuiku adalah istri Abi Qu’ais. Maka tatkala Rasulullah datang, saya berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah saudara istrinya. Maka Rasulullah bersabda, “Izinkan baginya, karena dia adalah pamanmu.” (HR. Bukhari: 4796 dan Muslim: 1445)

2. Anak laki-laki dari ibu susu.
Termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.

3. Saudara laki-laki sepersusuan.
Baik dia saudara susu kandung, sebapak maupun cuma seibu.

4. Keponakan persusuan (anak saudara persusuan).
Baik anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka.

5. Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu).
(Lihat al-Mufashol 3/160)

Mahrom Karena Mushaharah
Mushaharah berasal dari kata ash-Shihr. Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata, “Shihr adalah mahram karena pernikahan” (An Nihayah 3/63).

Contohnya, mahram yang disebabkan oleh mushaharah bagi ibu tiri adalah anak suaminya dari istri yang lain (anak tirinya) dan mahram mushaharah bagi menantu perempuan adalah bapak suaminya (bapak mertua), sedangkan bagi ibu istri (ibu mertua) adalah suami putrinya (menantu laki-laki) [Al Mufashshol 3/162].

Hubungan mahram yang berasal dari pernikahan ini disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka.” (Qs. An-Nur: 31)

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri).” (Qs. An-Nisa’: 22)

“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu (menantu).” (Qs. An-Nisa’: 23)

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa orang-orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab mushaharah adalah:

1. Ayah mertua (ayah suami)
Mencakup ayah suami atau bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka keatas (Lihat Tafsir As-Sa’di hal: 515, Tafsir Fathul Qodir 4/24 dan Tafsir Qurthubi 12/154).

2. Anak tiri (anak suami dari istri lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka (Lihat Tafsir Qurthubi 12/154 dan 5/75, Tafsir Fathul Qodir 4/24, dan Tafsir Ibnu Katsir 1/413).

3. Ayah tiri (suami ibu tapi bukan bapak kandungnya)
Haramnya pernikahan dengan ayah tiri ini berlaku ketika ibunya telah jima’ dengan ayah tirinya sebelum bercerai. Namun, jika belum terjadi jima’, maka diperbolehkan.
Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seluruh wanita yang pernah dinikahi oleh bapak maupun anakmu, maka dia haram bagimu.” (Tafsir Ath- Thobari 3/318)

4. Menantu laki-Laki (suami putri kandung)
Dan kemahraman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya (Tafsir Ibnu Katsir 1/417).


***


Siapa yang BUKAN Mahrammu ?

Mengenali siapa saja orang yang bukan termasuk mahram kita sama pentingnya dengan mengenali siapa saja yang termasuk mahram kita. Karena dalam praktek di kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai beberapa anggapan keliru mengenai mahram bagi wanita.

Hal ini akan berakibat fatal, karena kaum wanita akan bergaul dengan orang-orang yang bukan mahramnya dengan adab pergaulan ketika dia sedang bersama dengan mahramnya, seperti membuka aurat, khalwat, safar, dan lainnya.


Laki-laki yang Bukan Mahram bagi Wanita

1. Ayah Dan Anak Angkat

Hukum pengangkatan anak telah dihapuskan dalam Islam sehingga seseorang tidak dapat mengangkat anak kemudian dinasabkan kepada dirinya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Qs. Al-Ahzab: 4)

Anak angkat tersebut juga tidak dapat menjadi ahli warisnya, karena pada hakikatnya anak tersebut dinilai sebagai orang lain.

2. Sepupu (Anak paman/bibi dari ayah maupun dari ibu)

Allah Ta’ala berfirman tentang hal ini setelah menyebutkan tentang macam-macam orang yang haram dinikahi, artinya, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian…” (Qs. An-Nisa’: 24)

Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam menjelaskan ayat tersebut, “Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu).” (Taisir Karimir Rohman fii Kalamil Mannan hal 138-139)

3. Saudara Ipar

Hal ini berdasarkan pada keterangan hadits, “Waspadailah oleh kalian, menemui para wanita,” Berkatalah seseorang dari Anshor, “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)?” Rasulullah bersabda, “Al-Hamwu adalah merupakan kematian.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)

Imam Al-Baghawi berkata, “Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara laki-laki suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahram bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahram, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahram?” Lanjutnya, “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian.”

4. Mahram titipan

Kebiasaan yang sering terjadi adalah apabila ada seorang wanita yang akan bepergian jauh (safar) seperti berangkat umrah, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahram sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108), “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan.”

Hukum Wanita dengan Mahramnya

Beberapa di antaranya ialah:

1.Tidak boleh menikah dengan mahramnya.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nisa’ ayat 22-23)

2. Mahram boleh menjadi wali pernikahan.

Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah nikah kecuali ada wali.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Hibban. Hadits shahih)

Namun tidak semua mahram berhak menjadi wali pernikahan, begitu juga sebaliknya, tidak semua wali harus dari mahramnya. Contoh wali yang bukan dari mahram ialah seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthan. Adapun mahram yang tidak bisa menjadi wali ialah seperti mahram karena mushoharoh (pernikahan).

3. Wanita tidak boleh safar (bepergian jauh) kecuali dengan mahramnya.

Banyak sekali hadits tentang larangan safar bagi wanita tanpa mahramnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan bersabda, “Tidak halal bagi wanita yang beriman pada kepda Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikh Salim Al-Hilali berkata, “Para ulama berpendapat bahwa batasan hari dalam hadits di atas tidak dimaksud untuk batasan minimal.”

4. Tidak boleh khalwat (berdua-duaan), kecuali bersama mahramnya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” Seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji, padahal saya ikut dalam sebuah peperangan.” Maka Rasulullah menjawab, “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Tidak boleh menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada mahramnya

6. Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahramnya

Di zaman sekarang ini, jabat tangan dengan wanita sudah manjadi hal yang lumrah, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengancam keras pelakunya.

Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala orang ditusuk jarum dari besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Rauyani. Hadits Hasan)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal tersebut, maka beliau menjawab, “Tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, baik wanita tersebut baik wanita tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat tangan tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, karena berjabat tangan ini bisa menimbulkan fitnah. Juga tidak dibedakan apakah jabat tangan ini ada pembatasnya atau tidak (langsung bersentuhan dengan kulit ataupun dilapisi dengan kain), hal ini dikarenakan keumuman dalil (larangan jabat tangan) juga untuk mencegah timbulnya fitnah.” (Fatawa Islamiyah)

Wahai saudariku muslimah, perhatikanlah dengan baik dan benar masalah mahram ini. Karena dengannya engkau tahu bagaimana beradab dengan mereka sehingga terjagalah kehormatanmu sebagai seorang muslimah


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10152346347310258&set=a.10150225283385258.458245.10150117443820258&type=1&relevant_count=1

Jilbab - 25 Alasan Enggan Berjilbab

*fb Belajar Sholat Wajib dan Sholat Sunnah Yang Khusyu*


*Dua Puluh Lima Alasan Enggan Berjilbab*
Berikut beberapa alasan anak muda yang enggan berjilbab dan sanggahan halusnya. Semoga yang belum berjilbab mendapat hidayah.

1. Saya nggak mau jilbaban! Jilbaban itu kuno

“Lha, itu zaman flinstones, lebih kuno lagi, nggak pake jilbab”

2. Tapi kan itu hal kecil, kenapa jilbaban harus dipermasalahin?!

“Yang besar-besar itu semua awalnya dari perkara kecil yang diremehkan”
3. Yang penting kan hatinya baik, bukan lihat dari jilbabnya, fisiknya!

“trus ngapain salonan tiap minggu? make-upan? itu kan fisik? Dan Islam meyakini bahwa iman itu bukan hanya perkara hati, namun juga ditunjukkan dalam fisik atau amalan lahiriyah. Hati pun cerminan dari lahiriyah. Jika lahiriyah rusak, maka demikianlah hatinya”

4. Jilbaban belum tentu baik

“Betul, yang jilbaban aja belum tentu baik, apalagi yang … (isi sendiri)”

5. Saya kemarin lihat ada yang jilbaban nyuri!

“So what? yang nggak jilbaban juga banyak yang nyuri, gak korelasi kali”

6. Artinya lebih baik jilbabin hati dulu, buat hati baik!

“Yup, ciri hati yang baik adalah jilbabin kepala dan tutup aurat”

7. Kalo jilbaban masih maksiat gimana? dosa kan?

“Kalo nggak jilbaban dan maksiat dosanya malah 2. Malah nggak jilbaban itu dosa besar. ″

8. Jilbaban itu buat aku nggak bebas!

“Oh, berarti lipstick, sanggul, dan ke salon itu membebaskan ya?”

9. Aku nggak mau dibilang fanatik dan ekstrimis!

“Nah, sekarang kau sudah fanatik pada sekuler dan ekstrim tidak mau taat”

10. Kalo aku pake jilbab, nggak ada yang mau sama aku!?

“Banyak yang jilbaban dan mereka nikah kok”

11. Kalo calon suamiku gak suka gimana?

“Berarti dia tak layak, bila didepanmu dia tak taat Allah, siapa menjamin dibelakangmu dia jujur? Dan ingatlah al khobitsaatu lil khobitsiin, perempuan rusak ditakdirkan dengan lelaki yang sama. Demikian sebaliknya.”

12. Susah cari kerja kalo pake jilbab!

“Lalu enggan taat pada perintah Allah demi kerja? emang yang kasih rizki siapa sih? Bos atau Allah? Dan asalnya wanita itu berdiam di rumah: wa qorna fii buyutikunna (menetaplah kalian di rumah-rumah kalian)”

13. Ngapa sih agama cuma diliat dari jilbab dan jilbab?

“Sama aja kayak sekulerisme melihat wanita hanya dari paras dan lekuk tubuh”

14. Aku nggak mau diperbudak pakaian arab!

“Ini simbol ketaatan pada Allah, justru orang arab dulu (di zaman jahiliyah) gak pake jilbab. Syari’at jilbab ini untuk seluruh wanita, bukan hanya Arab sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".”

15. Jilbab cuma akal-akalan lelaki menindas wanita

“Perasaan yang adain miss universe laki-laki deh, yang larang jilbab di prancis jg laki-laki″

16. Aku nggak mau dikendalikan orang tentang apa yang harus aku pake!

“Sayangnya sudah begitu, tv, majalah, sinetron, kendalikan fashionmu”

17. Jilbab kan bikin panas, pusing, ketombean

“Jutaan orang pake jilbab, nggak ada keluhan begitu, mitos aja”

18. Apa nanti kata orang kalo aku pake jilbab?!

“Katanya tadi jadi diri sendiri, nggak peduli kata orang laen…”

19. Jilbab kan nggak gaul?!

“Lha mbak ini mau gaul atau mau menaati Allah?”

20. Aku belum pengalaman pake jilbab!

“Pake jilbab itu kayak nikah, pengalaman tidak diperlukan, keyakinan akan nyusul”

21. Aku belum siap pake jilbab

“Kematian juga nggak akan tanya kamu siap atau belum dear”

22. Mamaku bilang jangan terlalu fanatik!

“Bilang ke mama dengan lembut dan santun, bahwa cintamu padanya dengan menaati Allah penciptanya”

23. Aku kan gak bebas ke mana-mana, gak bisa nongkrong, clubbing, gosip, kan malu sama baju!

“Bukankah itu perubahan baik?”

24. Itu kan nggak wajib dalam Islam!?

“Kalo nggak wajib, ngapain Rasul perintahin semua wanita Muslim nutup aurat?”

25. Kasi aku waktu supaya aku yakin jilbaban dulu

“Yakin itu akan diberikan Allah kalo kita sudah mau mendekat, yakin deh”.

Nah wahai saudariku muslimah, tunggu apalagi?

Mengenai kewajiban berjilbab sudah ditetapkan dalam Al Qur’an yang tiap hari kit abaca, di mana Allah Ta’ala berfirman,

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).

Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.

Ayat lain yang menunjukkan wajibnya jilbab,

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, …” (QS. An Nur: 31).

Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.”
(HR. Bukhari no. 351 dan Muslim no. 890)

Dalam Lisanul ‘Arob, jilbab adalah pakaian yang lebar yang lebih luas dari khimar (kerudung) berbeda dengan selendang (rida’) dipakai perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya.[1] Jadi kalau kita melihat dari istilah bahasa itu sendiri, jilbab adalah seperti mantel karena menutupi kepala dan dada sekaligus.

Semoga Allah beri hidayah demi hidayah bagi yang belum berjilbab.Aamiin.


by: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal



http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10152465030110258&set=a.10150225283385258.458245.10150117443820258&type=1