*Web Almanhaj*
http://almanhaj.or.id/content/2084/slash/0/engkau-memberinya-pakaian-apabila-engkau-berpakaian/
Sabtu, 24 Maret 2007 00:28:25 WIB
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
2. Engkau Memberinya Pakaian Apabila Engkau Berpakaian
Seorang suami haruslah memberikan pakaian kepada isterinya sebagaimana
ia berpakaian. Apabila ia menutup aurat, maka isterinya pun harus
menutup aurat. Hal ini menunjukkan kewajiban setiap suami maupun isteri
untuk menutup aurat. Bagi laki-laki batas auratnya adalah dari pusar
hingga ke lutut (termasuk paha). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
اَلْفَخِذُ عَوْرَةٌ.
"Paha itu aurat.” [1]
Sedangkan bagi wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak
tangannya. Termasuk aurat bagi wanita adalah rambut dan betisnya. Jika
auratnya sampai terlihat oleh selain mahramnya, maka ia telah berbuat
dosa, termasuk dosa bagi suaminya karena telah melalaikan kewajiban ini.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَ هُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ
كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ، لاَيَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ
رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.
“Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat keduanya,
yaitu suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk
manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia
berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dicondongkan seperti punuk
unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium
aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh
perjalanan begini dan begini.” [2]
• Beberapa syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam berpakaian
(busana) muslimah yang sesuai dengan syari’at Islam [3], yaitu:
• Menutupi Seluruh Tubuh, Kecuali Wajah Dan Kedua Telapak Tangan.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu,
dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah
untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab : 59]
Juga sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Asma’ binti Abi Bakar.
يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا.
“Wahai Asma', sesungguhnya apabila seorang wanita telah haidh (sudah
baligh), maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini.”
Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berisyarat ke wajah dan kedua telapak tangan beliau. [4]
• Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat.” [An-Nuur : 31]
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
ثَلاَثَةٌ لاَ تَسْأَلْ عَنْهُمْ: ... وَامْرَأَةٌ غَابَ عَنْهَا
زَوْجُهَا، قَدْ كَفَاهَا مَؤُوْنَةَ الدُّنْيَا فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ
“Ada tiga golongan, jangan engkau tanya tentang mereka (karena mereka
termasuk orang-orang yang binasa):... dan seorang wanita yang ditinggal
pergi suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya,
namun setelah itu ia ber-tabarruj...” [5]
• Kainnya Harus Tebal, Tidak Boleh Tipis (Transparan).
Seorang wanita dilarang memakai pakaian yang ketat atau tipis sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سَيَكُوْنُ فِيْ آخِرُ أُمَّتِي نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ عَلَى.
رُؤُوْسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ، اِلْعَنُوْهُنَّ فَإِنَّهُنَّ
مَلْعُوْنَاتٌ
"Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun
(hakikatnya) mereka telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat
punuk unta. Laknatlah mereka karena sebenarnya mereka itu wanita yang
terlaknat.” [6]
• Harus Longgar Dan Tidak Ketat.
Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
memberiku baju Qubthiyah yang tebal (biasanya baju tersebut tipis-pen)
yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau.
Baju itu pun aku pakaikan kepada isteriku. Nabi bertanya, ‘Mengapa
engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah?’ Aku menjawab, ‘Aku pakaikan
baju itu pada isteriku.’ Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam, karena aku
khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuhnya.” [7]
• Tidak Memakai Wangi-Wangian (Parfum).
Larangan mempergunakan parfum bagi wanita ini begitu keras, bahkan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangnya meskipun untuk
pergi ke masjid. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ خَرَجَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا رِيْحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ.
“Siapa pun wanita yang memakai wangi-wangian, lalu ia melewati kaum
laki-laki agar tercium baunya, maka ia (seperti) pelacur.” [8]
Sedangkan jika isteri menggunakannya di hadapan suaminya, di dalam
rumahnya, maka hal ini dibolehkan —bahkan— dianjurkan berhias untuk
suaminya.
• Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki.
Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu berkata.
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ
لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةُ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ.
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” [9]
• Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir.
Sebab dalam syari’at Islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin—muslim
dan muslimah—tidak boleh bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir,
baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian dengan
pakaian khas mereka.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“ Barangsiapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk golongan mereka.” [10]
• Bukan Pakaian Syuhrah (Pakaian Untuk Mencari Popularitas)
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبًا مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيْهِ النَّارُ
“Barangsiapa yang mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas)
di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya di hari
Kiamat lalu membakarnya dengan api Neraka.” [11]
Pakaian syuhrah adalah pakaian yang dipakai untuk meraih popularitas di
tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai
oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun
pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudan dan bertujuan untuk riya’. [12]
• Diutamakan Berwarna Gelap (Hitam, Coklat, dll).
Mengenai dianjurkannya pakaian berwarna gelap bagi muslimah adalah
berdasarkan contoh dari para Shahabiyah radhiyallaahu ‘anhunna. Mereka
mengenakan pakaian berwarna gelap agar lebih bisa menghindarkan fitnah
dari pakaian yang mereka kenakan. Sangat sempurna apabila jilbab yang
dikenakan seorang wanita berkain tebal dan berwarna gelap.
Di antara hadits yang menyebutkan bahwa pakaian wanita pada zaman
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwarna gelap adalah hadits
yang diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata.
لَمَّا نَزَلَتْ : يُدْنِيْنَ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ خَرَجَ نِسَاءُ
اْلأَنْصَارِ كَأَنَّ فِيْ رُؤُوْسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ اْلأَكْسِيَةِ
“Tatkala ayat ini turun, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuhnya,’ maka wanita-wanita Anshar keluar rumah dalam keadaan
seolah-olah di kepala mereka terdapat burung gagak karena pakaian
(jilbab hitam) yang mereka kenakan.” [13]
Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, “Lafazh ‘ghirban’ adalah bentuk
jamak dari ‘ghurab’ (burung gagak). Pakaian (jilbab) mereka diserupakan
dengan burung gagak karena warnanya yang hitam.”
Beliau juga mengatakan, “Hadits ini dibawakan juga dalam kitab ad-Durr
(V/221) berdasarkan riwayat ‘Abdurrazzaq, ‘Abdullah bin Humaid, Abu
Dawud, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih, dari hadits
Ummu Salamah dengan lafazh.
مِنْ أَكْسِيَةِ سُوْدٍ يَلْبَسْنَهَا
"Lantaran pakaian (jilbab) hitam yang mereka kenakan.” [14]
• Dilarang Memakai Pakaian Yang Terdapat Gambar Makhluk Yang Bernyawa. Larangan Ini Berlaku Untuk Laki-Laki Dan Perempuan.
Jika seorang suami malu dan risih dengan pakaian yang tidak menutup
aurat -dengan celana pendek misalnya- untuk pergi ke kantor, maka
hendaknya dia juga merasa risih ketika mengetahui bahwa isterinya pergi
ke pasar, ke tempat umum atau keluar rumah dengan aurat terbuka.
Sehingga orang-orang yang jahil dan berakhlak buruk turut melihat
keindahan tubuh isteri yang dicintainya.
Seorang suami hendaknya memiliki rasa cemburu dalam masalah ini, karena
kalau tidak, niscaya dia akan menjadi dayyuts (membiarkan kejelekan yang
timbul dalam rumah tangganya), dan ini akan menjadi awal malapetaka
yang dapat menghancurleburkan kehidupan rumah tangga yang telah dibangun
dan dibinanya dengan susah payah.
Seorang suami hendaknya menasihati isterinya dalam masalah pakaian ini
sehingga isterinya tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan
syari’at dan menyempurnakannya dengan pakaian terbaik menurut syari’at
Islam. Hal ini supaya ia tidak terjebak pada istilah-istilah busana
muslim yang modis dan trendi, yang justru pada hakikatnya merupakan
busana yang terlaknat seperti hal-hal tersebut di atas.
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa
Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2796, 2797) dari
Ibnu ‘Abbas dan Jarhad al-Aslami radhiyallaahu ‘anhum. Lihat Shahiih
al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4280).
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2128), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[3]. Untuk lebih jelasnya, silakan membaca kitab Jilbab al-Mar-atil
Muslimah (Jilbab Wanita Muslimah) yang ditulis oleh Syaikh Mu-
hammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah dan kutaib an-Nisaa' wal
Mauzhah wal Aziyaa' oleh Khalid bin ‘Abdurrahman asy-Syayi’ cet. Darul
Wathan Riyadh, diterjemahkan dengan judul “Bahaya Mode”.
[4]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4104), dari ‘Aisyah
radhiyallaahu ‘anha. Lihat takhrij lengkap hadits ini dalam kitab
ar-Raddul Mufhim (Hal. 79-102) oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani
rahimahullaah. Beliau menghasankan hadits ini dengan takhrij ilmiah
menurut kaidah ulama ahli hadits.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Hakim (I/119) dan Ahmad
(VI/19), dari Shahabat Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallaahu ‘anhu. Lihat
Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3058).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jamush
Shaghiir (I/127-128) dari hadits Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[7]. Diriwayatkan oleh adh-Dhiya' al-Maqdisi dalam kitab al-Hadits al-Mukhtarah (I/441).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/414, 418), an-Nasa’i
(VIII/153), Abu Dawud (no. 4173) dan at-Tirmidzi (no. 2786), dari Abu
Musa radhiyallaahu ‘anhu.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4098), Ibnu Majah
(no. 1903), al-Hakim (IV/194) dan Ahmad (II/325), dari Abu Hurairah
radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Jilbaab al-Mar-atil Muslimah (hal. 141) oleh
Syaikh al-Albani rahimahullaah.
[10]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4031), Ahmad
(II/50, 92), dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Shahiihul
Jaami’ (no. 6149) dan Jilbaab al-Mar-atil Muslimah (hal. 203-204).
[11]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4029) dan Ibnu
Majah (no. 3607), dari Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat
Jilbaab al-Mar-atil Muslimah (hal. 213)
[12]. Jilbab al-Mar’atil Muslimah (hal. 213).
[13]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4101).
[14]. Lihat Jilbab al-Mar-atil Muslimah (hal. 82-83).
Sebagian ulama membolehkan seorang muslimah memakai pakaian selain warna
hitam. Akan tetapi harus diingat bahwa warna selain hitam tersebut
bukan sebagai perhiasan seperti yang dilakukan para muslimah sekarang
ini. Dimana mereka mengenakan pakaian dengan warna dan model yang
beraneka ragam sehingga menarik perhatian orang banyak.
No comments:
Post a Comment