*Abu Ayaz*
SHALAT DHUHA
Bismillah,
Hukum shalat Dhuha adalah sunnah (dianjurkan) berdasarkan dalil dari Abu Hurairah,
أَوْصَانِى خَلِيلِى – صلى الله عليه وسلم – بِثَلاَثٍ صِيَامِ ثَلاَثَةِ
أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ
قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
“Kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) menasehatkan
padaku tiga hal: puasa tiga hari setiap bulannya, shalat Dhuha dua
raka’at, berwitir sebelum tidur.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat Ahmad dan Muslim terdapat lafadz, “Dua raka’at shalat Dhuha setiap harinya.”
Jumlah raka’at shalat Dhuha maksimal adalah delapan raka’at. Dalilnya
adalah dari Ummu Hani, ia berkata, “Ketika tahun Fath al-Makkah
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau di
bagian dataran teratas dari Makkah. Rasulullah sedang mandi, lalu
Fathimah menutupinya. Kemudian beliau mengambil bajunya, lalu berselimut
dengannya, kemudian shalat delapan raka’at pada pagi Dhuha.”
(Muttafaqun ‘alaih/Bukhari dan Muslim)
Waktu pelaksanaan shalat Dhuha ialah mulai dari berakhirnya waktu
terlarang untuk shalat (setelah matahari setinggi tombak) hingga
mendekati waktu zawal (matahari hendak tergelincir ke barat). Hal ini
berdasarkan hadits, “Allah Ta’ala berfirman:
ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِى مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Wahai anak Adam, ruku’lah kamu kepada-Ku dipermulaan siang sebanyak
empat raka’at, niscaya Aku akan memenuhi kebutuhanmu di akhir siang.”
(Dikeluarkan oleh yang lima kecuali Ibnu Majah)
Waktu pelaksanaan shalat Dhuha yang paling afdhol jika keadaan semakin panas (semakin siang). Hal ini berdasarkan hadits,
صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
“Shalat awwabin (shalat orang yang bertaubat yaitu shalat Dhuha)
dikerjakan ketika anak unta mulai beranjak karena kepanasan.” (HR.
Muslim)
Diterjemahkan oleh: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Diarsipkan di: Majalah Fatawa
[Al As-ilah wal Ajwibah Al Fiqhiyah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Salmaan]
No comments:
Post a Comment